English English Indonesian Indonesian
oleh

Makna Simbolis Barongsai dalam Lintasan Peradaban

“Itu sangat bermanfaat. Jadi kalau pemerintah bisa mendukung, bukan soal olahraga saja, tetapi budaya dan sosial kemasyarakatan, maka akan sangat bagus,” harap Yongris.

Di internal FOBI, juga diharapkan segera mengembangkan diri. Baik di provinsi, maupun kabupaten dan kota. “Karena kalau internal bagus maka pemerintah, KONI juga akan melihat dan pasti lebih memperhatikan,” ujar Komisaris Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hasamitra itu.

Pelengkap

Ketua FOBI Sulsel Robbyanto Rusli mengatakan dalam tradisi Tionghoa, barongsai dipercaya sebagai pengusir hal buruk. Misalnya, di dalam rumah dan toko.

“Makanya kalau ada orang buka toko baru, itu biasanya mengundang barongsai,” terang Robby.

Di Indonesia, kebiasaan menghadirkan barongsai ini sempat terhenti mulai 1967 atas terbitnya aturan Presiden Soeharto yang melarang perayaan Tahun Baru Imlek secara terbuka.

Hal ini ditetapkan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Warga keturunan Tionghoa pada masa itu hanya bisa merayakan bersama keluarga di rumah masing-masing-berbeda dari nuansa yang ceria yang biasa dilihat saat ini.

Selama lebih dari tiga dekade, aturan diskriminatif tersebut bertahan. Baru pada 2000, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No 6/2000 tentang Pencabutan Inpres No 14/1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

“Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hakikatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia,” demikian bunyi Keppres No 6/2000 itu.

News Feed