FAJAR, JAKARTA-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggelar Pekan Rakyat Lingkungan Hidup 2024 di Padarincang, Banten, pada 2-5 Juni 2024. Acara ini dihadiri oleh komunitas lingkungan dan perwakilan eksekutif daerah WALHI dari 29 provinsi serta jaringan organisasi masyarakat sipil. Berlangsung di lingkungan pesantren Furu Arroudhotul Baqiat, kegiatan ini menjadi ajang konsolidasi dan berbagi pengalaman dalam upaya mempertahankan lingkungan dan sumber penghidupan.
Dalam sambutannya pada malam ramah tamah pembukaan resmi Pekan Rakyat Lingkungan Hidup di halaman pesantren Furu Arroudhotul Baqiat, Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, menyatakan, Hari Lingkungan Hidup yang jatuh pada tanggal 5 Juni selalu menjadi momentum rakyat untuk berkumpul dan berbagi pengalaman dalam berjuang mempertahankan lingkungan dan sumber penghidupannya.
Zenzi menekankan pentingnya Pekan Rakyat Lingkungan Hidup tahun ini sebagai peringatan serius bagi pemerintah terpilih yang sebentar lagi akan dilantik. Menurut Zenzi, kekuasaan yang dipegang oleh pemerintah adalah mandat dari rakyat yang harus digunakan untuk menjamin keselamatan rakyat dari bencana ekologis dan ekspansi modal yang merusak dan memonopoli sumber daya alam. Ia mengingatkan bahwa kebijakan yang saat ini dijalankan oleh pemerintahan yang berkuasa telah mempercepat kerusakan lingkungan dan seringkali mengabaikan perintah pengadilan yang mengharuskan pemulihan lingkungan.
“Jangan lagi meneruskan watak pemerintahan yang saat ini masih berkuasa, menjalankan kebijakan yang mempercepat kerusakan lingkungan dan membangkang perintah pengadilan untuk melakukan pemulihan lingkungan,” tegas Zenzi. Pesan ini ditujukan agar pemerintah terpilih belajar dari kesalahan sebelumnya dan lebih berkomitmen pada perlindungan lingkungan dan kesejahteraan rakyat.
Zenzi mengingatkan bahwa pada Juli 2019, WALHI bersama 32 warga menggugat Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, serta Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat. Pada 16 September 2021, hakim menyatakan para tergugat dalam perkara ini telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait penanganan polusi udara.
Dalam putusannya, hakim memerintahkan Presiden Joko Widodo untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional dan memerintahkan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, untuk melakukan supervisi terhadap gubernur terkait dalam inventarisasi emisi lintas batas provinsi.
“Tetapi apa yang terjadi? bukannya melaksanakan putusan pengadilan, pemerintah malah mengajukan banding sampai tingkat kasasi, dan hasilnya, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung memperkuat putusan pengadilan. Artinya tidak ada pilihan lain, pemerintah harus segera menjalankan perintah hukum. Sayangnya hingga malam ramah tamah pekan rakyat ini kita gelar, para tergugat masih saja bebal, mereka sama sekali belum menjalankan perintah pengadilan”Pungkas Zenzi.
Dampak Polusi Udara dan Perjuangan Warga Banten
Dampak paling mengerikan dari abainya pemerintah dalam tata kelola lingkungan pengabaian ini adalah korban jiwa terus berjatuhan. Di provinsi ini tepatnya di Suralaya, Kabupaten Cilegon, pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan energi batu bara. PLTU yang dibangun pada tahun 1984 ini adalah salah satu penyumbang polusi udara terbesar yang menghitamkan Jakarta. Hasil riset Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyebutkan, polusi PLTU batu bara itu menyebabkan 1.470 kematian setiap tahun dan menimbulkan kerugian kesehatan hingga Rp14,2 triliun.
Namun juga perlu kita ketahui, Banten yang tahun ini menjadi tuan rumah tidak lepas kegigihan orang-orang padarincang mempertahankan tanahnya dari ekspansi modal. Di sini aktivitas industri yang merusak dan memonopoli sumber daya alam tidak mendapatkan tempat. Oleh karena itu, warga bersatu padu mengusir danone yang hendak memonopoli air.
“Menghadang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang merupakan Proyek Strategis Nasional yang akan membuat banyak lubang dan menyedot panas dari perut bumi. Dan malam ini hingga dua hari ke depan, warga Padarincang bersatu padu menyiapkan tempat dan makanan bagi perwakilan masyarakat dari 29 provinsi untuk berkumpul dan membangun kekuatan untuk mewujudkan keadilan ekologis”. Pungkas Zenzi.
Eha Suhaeni sebagai tuan rumah, dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga karena Padarincang menjadi tuan rumah Pekan Rakyat Lingkungan Hidup tahun 2024. “Di sini, perempuan berdiri sejajar dengan laki-laki. Bersama-sama bekerja di dapur dan bekerja di kebun. Bersama-sama dalam berjuang mempertahankan hak hidup. Melalui pekan rakyat ini, kami di Padarincang ingin mengabarkan bahwa hak kami yang asasi terhadap sumber-sumber penghidupan, untuk mengembangkan kehidupan, akan terus kami perjuangkan”.
Ummi Eha menegaskan, Padarincang bukan sekadar kawasan geografis, melainkan juga pusat pendidikan agama, karena itu pekan rakyat kita gelar dalam lingkungan pesantren. Pendidikan agama adalah pondasi kehidupan masyarakat Padarincang. Santri, ulama, dan masyarakat secara luas memanfaatkan sumber daya alam untuk memastikan ketersediaan air yang menjadi kebutuhan utama dalam lingkup kehidupan agama.
“Kekurangan air bukan hanya berarti persoalan fisik, tapi akan menciptakan krisis sosial yang menyeluruh. Santri, ulama, dan masyarakat bergantung pada ketersediaan air untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, termasuk dalam menjalankan ibadah dan menyelenggarakan pendidikan agama,” pungkas Umi Eha
Dalam semua kekhawatiran yang disampaikannya, Eha Suhaeni menekankan bahwa upaya menolak proyek PLT Geothermal bukanlah semata-mata soal lingkungan, tetapi juga tentang harmonisasi kehidupan, kerukunan, agama, pendidikan dan keselarasan hidup masyarakat Padarincang yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. Demikian pula penolakan PSN dan perampasan tanah lainnya di seluruh tanah air, bukanlah semata-mata soal ekonomi, melainkan juga soal identitas, nilai-nilai, keyakinan dan tanggung jawab pada generasi selanjutnya.
Lebih lanjut, Umi Eha mengajak para pemuka agama, ulama, kyai, dan tokoh-tokoh agama lainnya untuk memimpin umat bersatu dan bersolidaritas dalam memperjuangkan lingkungan hidup yang adil dan lestari. Ia menekankan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual yang harus dijalankan bersama. “Kita harus memastikan bahwa apa yang diberikan Sang Pencipta untuk seluruh makhluk hidup di bumi ini dijaga dengan baik oleh kita sebagai khalifah di muka bumi ini,” tegasnya.
Dengan demikian, perjuangan lingkungan bukan hanya tentang melawan proyek yang merusak, tetapi juga tentang melindungi identitas, nilai-nilai, dan keyakinan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. Upaya ini menjadi kewajiban kolektif yang harus diperjuangkan demi generasi selanjutnya. Umi Eha menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian integral dari harmonisasi kehidupan dan tanggung jawab kita sebagai penjaga bumi.
Rangkaian Kegiatan Pekan Rakyat Lingkungan Hidup
Ketua panitia, Tubagus Soleh Ahmadi, menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan Pekan Rakyat Lingkungan Hidup telah dimulai pada 2 Juni 2024 dengan menggelar aksi “Pulihkan Banten dan Pulihkan Indonesia” di Kota Serang. Pada 3 Juni 2024, dilaksanakan diskusi dan peluncuran buku “Ekonomi Nusantara versus Ekonomi Biru: Dampak Sosial dan Ekologi Industri Ekstraktif di Banten”, serta diskusi publik tentang bencana ekologis di Indonesia di kampus UIN Sultan Maulana Hasanudin.
Acara dilanjutkan dengan workshop dan sesi ramah tamah dan berbagi cerita di Padarincang pada 4 Juni 2024 dengan tiga tema utama: Transisi Energi yang Berkeadilan, Perlindungan dan Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat, serta Membangun Strategi Politik Rakyat. Puncak acara pada 5 Juni 2024 akan diisi dengan Istighosah Akbar untuk Keadilan Ekologis di Padarincang.
Pekan Rakyat Lingkungan Hidup di Padarincang diharapkan dapat memperkuat solidaritas antar komunitas dan organisasi masyarakat sipil dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin berat. Melalui diskusi, workshop, dan aksi bersama, acara ini bertujuan untuk merumuskan strategi yang efektif dalam memperjuangkan keadilan ekologis di Indonesia. Partisipasi berbagai komunitas dari 29 provinsi menunjukkan kebulatan tekad rakyat Indonesia untuk bersatu melawan kebijakan yang merusak lingkungan dan mengabaikan hak-hak rakyat.
Acara ini juga menjadi wadah untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan strategi dalam menghadapi ekspansi modal yang sering kali merusak lingkungan dan memonopoli sumber daya alam. Dengan mengangkat tema-tema penting seperti Transisi Energi yang Berkeadilan dan Perlindungan Wilayah Kelola Rakyat, Pekan Rakyat Lingkungan Hidup diharapkan dapat mendorong pemerintah terpilih untuk lebih serius dalam menangani isu-isu lingkungan.
Melalui Pekan Rakyat Lingkungan Hidup, diharapkan masyarakat sipil semakin kuat dan mampu mengadvokasi kebijakan yang berpihak lingkungan dan kepentingan rakyat, serta mendorong pemerintah untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu dan lebih berkomitmen terhadap perlindungan lingkungan dan kesejahteraan rakyat. (*)