SAENAL Abidin merupakan seorang mandor di sebuah perusahaan triplek di Sandakan, sebuah kota kecil di Negara Bagian Sabah, Malaysia pada 1996. Kini, perusahaan tempatnya bekerja itu telah tutup.
Pada 1996 itu, Saenal terpaksa membunuh rekan kerjanya bernama Isnidan Rasyit, seorang warga negara Filipina, lantaran terdesak. Dia sempat berlari saat dikejar, namun menemui jalan buntu, sehingga memilih melawan. Naas, Rasyit yang mengejarnya, justru kalah duel.
Pengadilan Malaysia lantas menjatuhkan vonis hukuman mati atau gantung terhadap Saenal. Tetapi, keputusan itu akhirnya berubah. Pemerintah Indonesia memberikan bantuan hukum. Vonis berubah menjadi hukuman seumur hidup. Keluarga di Pangkep baru tahu kasusnya pada 1997, setahun sebelum Reformasi.
Kala itu, Gubernur Sulsel Zainal Basri Palaguna dan Bupati Pangkep Baso Amirullah melobi Malaysia, namun tak membuahkan hasil. Setelah itu, Gaffar Patappe, Bupati Pangkep penerus Baso Amirullah, juga ikut membantu saat proses hukum di tingkat lanjutan berlangsung, namun juga gagal membebaskan Saenal.
Saenal, putra pasangan Mading (79) dan Subariah (77) sempat ditahan di Sandakan. Kemudian usai vonis, dipindah ke penjara pusat Kepayan, Kota Kinabalu.
Saenal menjalani hidup dalam sel saat istrinya, Kasturi, sedang hamil enam bulan. Saenal dan Kasturi menikah pada 1995.
Kini pihak keluarga sedang menanti perjumpaan dengan Saenal di Pangkep. Jika dia benar-benar pulang, kebahagiaan pasti akan menyelimuti keluarga. Perjuangan begitu banyak tokoh dan media, terutama FAJAR, telah membuahkan hasil. (dok/zuk)