Oleh: Prof M. Qasim Mathar*
Menghadapi Pemilu 2024 sejak redanya pandemi Covid-19, terlebih setelah diumumkannya pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden oleh KPU, keterbelahan politik kita bertambah demam.
Demam politik melahirkan pendewaan paslon tertentu dan perendahan paslon lainnya, oleh pendukung fanatik. Tak terkecuali, demam ini melanda kaum terdidik seperti warga HMI-KAHMI. Sayang kalau kaum terdidik demamnya makin tinggi hingga dekat ke hari Pemilu 14 Februari 2024 (26 Juni 2024, untuk putaran kedua kalau tidak ada paslon menang 50 persen lebih).
Hanya tanggung jawab sebagai orang yang pernah bersekolah dan ber-HMI, saya sudah beberapa kali menyatakan bahwa ketiga paslon presiden dan wakil presiden kita adalah sama baiknya. Tidak perlu merendahkan di antara ketiganya. Atau menyatakan bahwa paslon terbaik ialah alumni HMI.
Dalam buku Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, Bab 1 tentang Dasar-dasar Kepercayaan, antara lain dinyatakan bahwa manusia memerlukan kepercayaan untuk menopang kehidupannya. Faktanya, banyak kepercayaan. Maka, kemungkinan semuanya salah atau salah satunya yang benar. Manusia harus bisa memilih kepercayaan yang benar yang akan menopang hidup (tradisi dan peradaban)-nya.
Dalam kepercayaan bisa memuat kebenaran dan kepalsuan yang bercampur baur. Kebenaran yang sungguh-sungguh mutlak ialah Allah. Hemat saya, dalam konteks bernegara-bangsa Indonesia, pada tataran ideologis kepercayaan, ketiga paslon sudah selesai dengan menerima ideologi Pancasila, bentuk republik dan berkonstitusi.