21 Desember 2023, sekitar 14.00 waktu setempat Damat dan Kuat dipanggil menghadap Ke Polsek Tallo. Ismail, Kapolsek Tallo yang ditemui ternyata hanya menjadi jembatan kepentingan penggusuran. Pagi hari itu memang ditetapkan rapat pembongkaran bangunan tersebut, pihak kepolisian yang ikut dalam rapat tersebut, Kapolsek hanya menggombal Damat dan Kuat untuk segera meninggalkan tempat hidupnya. Mereka seperti Caleg dalam masa Pemilu, menebar janji manis. Bahkan, mereka mengiming-imingi Damat dan Kuat bantuan sosial dari program PHK yang seharusnya menjadi hak mereka sedari awal. Namun, faktanya, Damat dan Kuat beberapa kali tidak menerima bantuan PKH tersebut. Kapolsek yang ditemui justru hanya mengatakan esok hari dari hari tersebut akan mengeksekusi tempat hidup mereka.
Sampai saat ini Damat dan Kuat masih bertahan di tempat hidupnya itu, mereka adalah masyarakat perkotaan yang dimiskinkan akibat dikebutnya pembangunan. Saya bahkan membayangkan, andai saja area tangkap nelayan Tallo belum tercemari oleh aktivitas pelabuhan dan industri, Damat dan Kuat bisa saja mencari hidup disana. Namun, pembangunan Ujung Pandang sama sekali tidak menghitung kepentingan mereka dalam rencana pembangunan. Mereka sekeluarga tidak punya lagi tempat untuk hidup selain tempat itu.
Damat, Kuat, sekeluarga, dan beberapa kawan terdampak, bersolidaritas melakukan ronda di tempat itu. Ronda tersebut bukan untuk mencegah para pencuri untuk mencuri di rumah mereka. Namun, ronda tersebut berjaga agar Pemerintah Kota Makassar tidak datang untuk membongkar paksa tempat hidup mereka. Jika penggusuran paksa untuk pembangunan tetap dilakukan itu sama saja membunuh hidup mereka. Mereka bahkan dibunuh tempat hidupnya di atas pemakaman, tempat orang-orang mati dikubur.