MAKASSAR, FAJAR — Gencatan senjata selama 72 jam telah gagal di Sudan. Pertempuran berlanjut antara tentara nasional dengan kelompok paramiliter.
Akibatnya, perang saudara di Sudan makin parah sejak pecah pada 15 April lalu.Pemicunya karena perbedaan pandangan mengenai proses penyatuan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF).
Sejumlah negara pun buru-buru mengevakuasi warganya karena bentrokan tak kunjung usai, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 420 orang tewas dalam konflik antar pasukan militer itu.
Sementara 3.700 orang lainnya mengalami luka-luka. Ketua Bidang 1 Ikatan Alumni Sudan bidang Sumber Daya Manusia dan Organisasi, Ustadz Muhammad Fakhrurrazi Anshar menjelaskan pemerintah telah berupaya melakukan evakuasi.WNI di Sudan sekitar 1.200 lebih dan didominasi mahasiswa.
Evakuasi yang dilakukan melalui pelbagai jalur Para WNI diminta berkumpul di beberapa titik yang telah ditentukan dengan tidak membawa banyak barang, hanya tas kecil dan dokumen resmi dan paspor. Setelah itu para WNI tersebut akan dikumpulkan menuju ke Jedah Arab Saudi. Selanjutnya akan diangkut lagi ke Jakarta.
“Saya selalu berkomunikasi dengan adek-adek mahasiswa di sana (Sudan),” kata Fakhrurrazi, Minggu, 23 April.Alumnus S1 hingga S3 International University of Africa di Khartoum – Sudan ini menuturkan data yang dikumpulkan tidak ada satupun WNI yang menjadi korban perang saudara di Sudan.
Namun ada informasi ada salah seorang WNI yang dikabarkan terkena peluru nyasar (pantulan) namun tidak parah dan mengancam jiwanya.WNI tersebut tinggal di Arkaweet dan telah pulih. “Sejumlah negara seperti Arab Saudi juga telah melakukan evakuasi warganya melalui laut. Akan tetapi jumlah mereka sedikit, tidak seperti WNI yang banyak,” akunya.