OLEH: Ika Dewi Perwitasari, Statistisi di BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel belum lama ini telah merilis Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Provinsi Sulsel. Ada beberapa indikator yang dirilis di antaranya adalah kondisi perdagangan luar negeri Provinsi Sulsel.
Indikator yang dirilis ini merupakan hasil kompilasi data transaksi perdagangan antarnegara seperti transaksi ekspor. Data statistik ekspor merupakan data realisasi dari transaksi perdagangan yang bersumber dari dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang disahkan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC).
Dari informasi yang telah dirilis tersebut, komoditas ekspor Sulsel pada bulan Mei 2022 nilainya mencapai US$186,77 juta. Angka ini turun 5,22 persen dibandingkan dengan bulan April 2022 yang tercatat sebesar US$197,05 juta. Penurunanan ini disebabkan oleh menurunnya ekspor nikel sebesar -6,95 persen yang merupakan komoditas dengan peran ekspor terbesar mencapai 61,38 persen.
Komoditas lain yang mengalami penurunan meski peran tidak terlalu besar adalah biji-bijian berminyak (-15,86 persen), garam, belerang, dan kapur (-41,12 persen), lak, getah, dan damar (-38,94 persen), ikan dan udang (-7,18 persen), serta buah-buahan sebesar -2,88 persen.
Meskipun mengalami penurunan, beberapa komoditas yang diekspor dari Provinsi Sulsel masih mengalami peningkatan, di antaranya adalah besi dan baja yang memiliki peran 16,18 persen dengan peningkatan ekspor sebesar 40,77 persen. Kemudian, olahan makanan hewan (21,20 persen) dan daging serta ikan olahan sebesar 23,31 persen peningkatannya.
Adapun negara tujuan utama ekspor Sulsel pada Mei 2022 adalah Jepang, China, Taiwan, Filipina, dan Fiji. Nilai ekspor ke Jepang merupakan yang terbesar yang mencapai US$119,11 juta, kemudian disusul ke China mencapai US$61,03 juta, Taiwan sebesar US$3,16 juta, dan sisanya ke negara lain seperti Filipina dan Fiji.
Neraca perdagangan surplus
Kabar yang menggembirakan adalah pada periode Mei 2022 neraca perdagangan Sulsel masih tercatat surplus. Surplus mencapai US$77,01 juta. Hal ini disebabkan karena ekspor secara tahun ke tahun masih cukup besar jika dibandingkan dengan ekspor tahun sebelumnya pada periode yang sama. Tercatat peningkatan nilai ekspor mencapai 74,56 persen dari Mei 2021 yang sebesar US$106,99 juta menjadi US$186,77 juta pada Mei 2022.
Neraca perdagangan tidak terganggu meskipun ada peningkatan nilai impor untuk memenuhi kebutuhan industri dan rumah tangga di Sulsel. Secara bulanan nilai ekspor meningkat mencapai 22,05 persen. Dari US$89,94 juta pada April 2022 menjadi US$109,76 juta. Secara tahunan juga meningkat cukup signifikan sebesar 84,92 persen dari US$59,36 juta pada Mei 2021 menjadi US$109,76 juta pada Mei 2022.
Komoditas impor Sulsel yang cukup besar perannya adalah bahan bakar mineral sebesar 49,05 persen mengalami peningkatan impor sebesar 128,52 persen secara bulanan. Komoditas lain yang memiliki peran besar adalah gandum-ganduman (18,09 persen) dengan peningkatan sebesar 2,02 persen. Serta, gula dan kembang gula (17,54 persen) yang mengalami peningkatan nilai impor secara bulanan sangat besar yakni 21.602,88 persen.
Negara asal impor pada bulan Mei 2022 dengan nilai lima terbesar yaitu dari Singapura dengan nilai sebesar US$39,92 juta (36,37 persen); disusul Thailand dengan nilai US$19,96 juta (18,18persen); Malaysia dengan nilai US$17,08 (15,56 persen); Australia dengan nilai US$10,55 juta (9,62 persen), dan Kanada dengan nilai US$10,15 juta (9,24 persen) dari total nilai impor Sulsel.
Peningkatan impor secara tahunan yang cukup besar tersebut bukanlah sesuatu yang terlalu jelek karena diimbangi dengan ekspor yang cukup tinggi pula. Setiap tahun pada periode yang sama ada kecenderungan peningkatan surplus neraca perdagangan. Pada Mei 2020 niai surplus mencapai US$46,04 juta, meningkat menjadi US$47,63 juta pada Mei 2021, dan meningkat lagi pada Mei 2022 menjadi sebesar US$77,01 juta.
Upaya yang perlu dilakukan
Pada dasarnya impor masih bisa ditekan dengan melihat komoditas-komoditas yang sebenarnya masih bisa diproduksi di dalam daerah. Misalnya saja, kakao/coklat yang merupakan salah satu komoditas unggulan Sulsel masih harus melakukan impor. Nilainya sudah mencapai US$11,01 juta selama Januari โ Mei tahun 2022. Sumbangannya mencapai 3,10 persen pada total nilai impor.
Solusi lain adalah mengurangi ketergantungan kepada gandum-ganduman yang memang belum diproduksi di dalam Sulsel, bahkan Indonesia. Komodiitas ini harus dicarikan komoditas lain sebagai pengganti yang diproduksi dalam negeri secara perlahan-lahan.
Yang paling penting, untuk menjaga neraca perdagangan selalu mengalami peningkatan surplus adalah meningkatkan ekspor. Tidak terpaku pada komoditas-komoditas dengan nilai yang besar saja tetapi melihat peluang ekspor pada komoditas yang seakan tidak memiliki nilai tetapi bernilai ekspor dan dibutuhkan negara lain. (*)