Di tengah hujatan kebencian di media sosial dan kekerasan kultural yang terjadi, para bissu memilih untuk melawan lewat inisiatif nirkekerasan. Perlawanan ini berakar pada nilai-nilai kultural Bugis: Sipakange, Sipakatau, dan Sipakalebi. Bagaimana seharusnya masyarakat Bugis hidup dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat, yang juga beriringan denganempati untuk merasakan penderitaan orang lain. Untuk itulah, perlu untuk saling mengingatkan, memanusiakan manusia, dan saling menghargai satu sama lain. Ketika menyandarkan pada Sipakange, Sipakatau, dan Sipakalebi, perlawanan damai dengan harapan dapat mengonfrontasi ketidakadilan yang terjadi. Bissu memilih untuk melakukan ritual Tola’ Bala karena mereka percaya bahwa tanggung jawabnya bukan pada dunia ini, tapi utamanya pada Dewata SeuwaE. Mereka dengan tenang merespons bahwa mungkin saja absennya mereka dalam ritual Mattompang Arajang adalah kehendak Dewata SeuwaE. Tanpa kekerasan untuk merespons konflik ini, para bissu ibarat menyalakan alarm bagi masyarakat bugis untuk dapat mengeksplorasi tantangan spiritual dan politik dengan kembali mengamalkan nilai-nilai sebagai seorang Bugis. (*)