Pasalnya dari hasil audit BPK, kerugian negara bukan nominal sedikit dan sudah pasti kejatahan yang sangat menyengsarakan masyarakat.
“Rp9,3 miliar itu sangat menyusahkan banyak pihak, termasuk masyarakat. Polda harus mengusut tuntas semua pihak yang terlibat hingga ke aktor intelektualnya sehingga memproses secara hukum,” tegasnya.
Senada, Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus) Muhammad Ansar mengapresiasi kinerja kepolisian memberantas korupsi. Ini menjadi bukti keseriusan Polda Sulsel.
Ansar menilai kasus korupsi pengadaan alkes RS Fatimah yang terjadi pada tahun anggaran 2016, harus dilakukan secara transparan.
“Kami menduga ada pihak mencoba melobi dan mendekati pihak Polda sulsel. Tujuannya, mereka ingin memutus rantai aliran dana dugaan dari proyek alkes tersebut,” katanya.
Pakar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Irwansyah menegaskan siapa saja yang terlibat dan terbukti jelas bisa jadi tersangka.
“Kasus perkara yang akan diselidiki kepolisian harus transparan. Mengapa? Kasus seperti ini sangat erat kaitannya dengan tugas atasan dengan bawahan. Jadi kalau soal potensi, semua bisa berpotensi,” jelasnya.
Irwan menjelaskan kasus korupsi selalu melibatkan banyak pihak. Namun demikian, lembaga berwenang punya kemampuan mengurai siapa pun yang terlibat tanpa ada yang tersisa.
“Korupsi sangat berdampak. Bukan hanya merugikan uang negara, tetapi seluruh tatanan kehidupan berbangsa. Kejahatan seperti ini sangat merampas hak rakyat dalam segi pelayanan,” pungkasnya. (muh-mum/zuk)