English English Indonesian Indonesian
oleh

Kembalinya UN, Pemerhati Pendidikan Sebut Perubahan Kebijakan Sering Korbankan Pelaku Pendidikan

FAJAR, MAKASSAR — Menteri berganti, kebijakan beralih. Kurikulum pendidikan berpotensi berubah. Pelaku pendidikan jadi objek korban kebijakan.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Abdul Mu’ti baru saja mengumumkan rencana mengembalikan Ujian Nasional (UN) ke satuan pendidikan. UN terakhir kali diadakan pada tahun 2020. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Nadiem Makarim menghapusnya dan melahirkan Kurikulum Merdeka Belajar.

Peralihan sistem dan metode pendidikan bergulir. Tidak bertahan lama, tahun ini sudah direncanakan pengembalian UN. Namun, Prof Mu’ti sendiri belum membeberkan secara detail teknis penyelenggaraan dan substansi diadakannya kembali UN.

UN rencananya mulai berlaku pada November 2025 dan diterapkan di SMA sederajat. Sedangkan untuk SD dan SMP berlaku setahun berikutnya.

Bukan hal mudah menghadapi peralihan ini. Sebab, baik sumber daya manusia (SDM) pelaku pendidikan, masyarakat, khususnya siswa, akan kembali beradaptasi.

Pemerhati Pendidikan Universitas Hasanuddin Adi Suryadi Culla mengatakan, pergantian kebijakan dalam pendidikan tidak hanya secara administratif, bahkan substansial. Hal ini memicu situasi yang tidak kondusif bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Ia menganggap bahwa ganti menteri ganti kebijakan ini menjadikan pelaku pendidikan sebagai korban. Pengembalian UN tentu akan membuat masyarakat dan siswa kembali beradaptasi pada kebiasaan dan kecenderungan baru dalam pembelajaran.

“Karena yang diharapkan kan ada kesinambungan yang bisa memperkuat pengembangan mutu,” ujar Adi Culla, Selasa, 21 Januari.

News Feed