Memasuki dunia politik pada usia muda, Mika tahu bahwa tanggung jawabnya bukan main-main. “Alhamdulillah, saya terpilih di usia 23 tahun. Banyak orang tidak memprediksi seorang anak seumur saya bisa terpilih,” ungkapnya.
Namun di balik prestasi dan perjalanan panjang itu, ada titik yang hampir membuatnya menyerah. Sebuah peristiwa duka yang menggores dalam di hatinya.
Di tengah duka yang mendalam sepeninggal sang ayah, Mika sempat merasa tak sanggup lagi melanjutkan perjuangan itu. “Saya sempat tidak mau lagi melanjutkan perjuangan ini,” ucapnya dengan suara kembali bergetar.
Namun, pesan terakhir dari sang ayah menjadi penyemangatnya. “Tiga hari sebelum meninggal, saya bertemu ayah dalam kondisi yang sudah sulit bicara,” kenangnya.
Sang ayah mengangkat kedua ibu jarinya dan dengan suara terbata-bata berkata, “Apa yang saya dapatkan dari proses politik saya ini jauh lebih besar yang kau dapatkan”. Pesan itu ia tafsirkan saat merenung.
“Jadi mungkin ini jalan-jalan Tuhan juga, sehingga saya bisa jadi Wakil Ketua DPRD Makassar. Karena bapak saya terakhir jadi Ketua Fraksi. Itulah mungkin arti pesan traktir bapak saya kemarin,” ungkap pria kelahiran Ujung Pandang, 29 Maret 1995 silam ini.
Mika mengaku sangat bersyukur karena suara yang ia dapatkan di periode ini sangat naik signifikan dari pertama ia maju. Periode pertama 3.627 suara, dan naik menjadi 7.691 suara di periode keduanya.
Capaian ini ia anggap dari hasil bagaimana dirinya selama ini selalu berusaha untuk senantiasa memanusiakan manusia. Menghargai orang dan selalu berusaha untuk bisa menyelesaikan masalah dan memberikan solusi kepada masyarakat.