English English Indonesian Indonesian
oleh

Terjebak di Persimpangan Hati

Oleh:
Anaya Zafrani
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Sastra UNM
Saat ini dalam program Magang Jurnalistik di Harian FAJAR

DI tengah kegelisahan hati yang enggan untuk berhenti, Anara terus memandangi langit malam yang hampa akan cahaya bintang. Hatinya terasa berat. Terjebak di persimpangan yang membingungkan.

Ia ingin sekali melupakan semuanya, tetapi bagaimana caranya? Sudah bertahun-tahun lamanya ia mencoba untuk menghalau bayang-bayang itu dari hatinya. Tetapi tetap saja hal itu kembali menghantui setiap kali ia merasa sendiri.

Anara memejamkan mata sejenak, mencoba untuk mengatasi gejolak emosi yang mendesak. Kenangan tentang perasaannya kepada seseorang di masa lalu yang terus menghantuinya. Mengingatkan ia pada momen-momen bersama orang itu.

Bagaimana senyuman itu membuat hatinya berdebar-debar, dan bagaimana setiap tatapan mata mereka yang tak sengaja bertemu seperti memiliki bahasa tersendiri baginya.

Namun, ia pun merenungkan fakta bahwa mereka hanya sebatas teman biasa, tanpa adanya tanda-tanda cinta yang jelas.

Anara terus merenung hingga larut malam. Pikirannya melayang, ke mana arah yang seharusnya ia ambil. Apakah ia harus mengungkapkan perasaannya yang telah lama ia pendam, ataukah lebih baik menahan diri dan membiarkan waktu yang menjawab semua pertanyaannya?

Dalam upaya untuk menemukan jawaban, Anara memutuskan agar ia menunaikan salat tahajud. Ia berharap bahwa dengan mencurahkan segala kegelisahannya kepada Allah, ia akan mendapatkan petunjuk agar persimpangan itu tidak lagi terasa sebagai hambatan. Sebaliknya, itu menjadi simbol keberanian untuk menghadapi perasaan yang rumit dan untuk memilih jalan yang tepat, baik itu terang atau gelap.

News Feed