English English Indonesian Indonesian
oleh

Jangan Mati Sebelum Berjejaring

Lain halnya dengan Profesor Muhaemin, seorang Profesor Teologi andalan kami, masih muda, kritis, dan pintar meramu diksi. Dia juga Dekan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Pidato pengukuhannya cukup menggemparkan dengan diksinya “kafir ekologis.” Menurutnya, tidak bisa melihat secara dikotomis modal jejaring dan modal harta. Orang bisa kaya karena modal jejaringnya kuat, minimal jejaring bisnis. Di sisi lain, orang bisa miskin karena tidak memiliki modal jaringan. Jadi keduanya beririsan dalam realitas.

Pandangan Prof. Muhaemin dikuatkan oleh Dr. Kaswad Sartono, seorang Kiai dan pemilik Pesantren, serta pimpinan Ormas Islam. Menurutnya tidak dikotomisnya di antara dua pilihan karena adanya sebab yang menjadi pilihan seseorang mementingkan salah satu modal sosial. Orang berjejaring supaya ada ruang untuk menjadi kaya. Ada orang kaya tapi tujuannya adalah supaya bisa berbuat banyak ke orang lain yang berefek pada keluasan jaringan.

Dari empat pakar ini, ada yang lebih mementingkan modal harta, ada yang lebih mengutamakan modal jejaring, ada yang melihat keduanya tidak bisa dipisahkan. Pandangan mereka miniatur kehidupan sosial secara luas. Ada kalangan melihat harta sebagai kunci berbuat baik. Ada kalangan melihat jejaring sebagai penentu kebermanfaatan. Ada melihat kedua-duanya saling menopang. Yang seharusnya tidak ada tapi ada, tidak ada harta, juga tidak ada jejaring. Persis tulisan tebal di bagian belakang baju kaos seorang anak muda: Harta, Tahta, Wanita, Degaga (tidak ada). (11/*)

News Feed