Selain itu, lanjutnya, sanitasi buruk di sekolah membuat anak tidak faham bagaimana sanitasi yang layak dan itu akan dipraktekkan sampai mereka dewasa. “Banyak sekolah tidak punya toilet. Kalau pun ada toilet, pun tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki. Sehingga kalau siswa perempuan menstruasi, mereja jadi malas ke sekolah,” tambah Hengky.
Di Sulsel capaian akses sanitasi saat ini 92.24 persen layak, termasuk di dalamnya 12.92 persen aman (BPS, 2022). Di Indonesia data mencatat, saat ini baru 1 dari 10 rumah tangga di kawasan perkotaan yang mengelola air limbah domestik mereka secara aman (BPS-NAWASIS), baik itu dengan penyedotan rutin lumpur tinja atau telah terhubung dengan sistem perpipaan limbah domestik.
SBC GESI Specialist Program USAID IUWASH Tangguh, Lidiastuty Anwar menuturkan di Makassar masih banyak akses sanitasi tidak layak. Masih ada masyarakat yang buang air besar sembarangan tertutup. Ciri-cirinya, kloset non-leher angsa, kloset leher angsa dengan lubang tanah di perkotaan. Lalu, menggunakan toilet di fasilitas umum.
Sementara akses sanitasi layak bersama, yakni toilet menggunakan kloset leher angsa yang digunakan bersama rumah tangga tertentu yang terhubung dengan IPALD, menggunakan tangki septik atau lubang tanah (cubluk).
Kemudian, akses sanitasi layak sendiri menggunakan kloset leher angsa yang digunakan sendiri dan tangki septik yang tidak disedot lebih dari lima tahun. “Kalau akses sanitasi kategori aman, toilet milik sendiri yang terhubung dengan IPALD atau menggunakan tangki septik yang disedot satu kali dalam 3-5 tahun,” jelas Lidiastuty.