Aktivitas truk di Kota Makassar kini semakin meluas, dengan banyaknya pelanggaran terhadap aturan jam operasional yang ditetapkan dalam Perwali Nomor 94 Tahun 2013. Meskipun regulasi tersebut mengatur bahwa truk dengan tonase 8 ton dan 10 roda ke atas hanya boleh beroperasi antara pukul 21.00 hingga 05.00 Wita, truk-truk tetap melintas di dalam kota di luar jam yang telah ditentukan. Fenomena ini telah menciptakan ketidaksesuaian antara peraturan di Kota Makassar dan Gowa, dengan aturan pelarangan di siang hari dan malam hari secara berturut-turut.
Dinas Perhubungan Makassar menghadapi kesulitan dalam menertibkan truk-truk ini, terutama di kawasan Mamminasata. Pengakuan kesulitan ini menjadi panggilan untuk melakukan sinkronisasi regulasi dengan pihak terkait, termasuk Dinas Perhubungan Gowa, Takalar, dan Maros, serta pada tingkat provinsi. Ketidaksesuaian kebijakan antara Pemkab Gowa dan Pemkot Makassar, terutama terkait jam operasional, telah menyebabkan pelanggaran yang signifikan.
Jika larangan juga diterapkan, dapat berdampak pada distribusi logistik. Jika terhambat, dapat berdampak pada distribusi barang dan menyebabkan inflasi. Inflasi ini pun dapat menarik perhatian dari pusat.
Solusi yang diusulkan melibatkan partisipasi aktif kepolisian untuk memberikan sanksi tilang kepada pelanggar, mengingat kewenangan Dinas Perhubungan terbatas pada penegakan Perwali. DPRD Makassar juga menunjukkan kesiapannya untuk mengawasi dan menggodok perda terkait truk dalam kota. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap laporan masyarakat dan potensi gangguan terhadap lalu lintas truk dalam kota.