“Kepolisian terus mendata warga. Mengajak warga yang terdampak untuk mengungsi, agar tidak terjadi hal yang yang tidak diinginkan,” pungkasnya.
Di lokasi pengungsian, nampak warga terlihat murung meratapi nasibnya. Mereka juga merasa kesal lantaran banjir sudah menjadi peristiwa tahunan yang terpaksa harus dihadapi.
Andini misalnya, warga yang mengungsi ke Masjid Jabal Nur ini mengaku sudah sejak Senin lalu memilih meninggalkan rumahnya yang terendam banjir.
“Dua hari ma ini di sini (Masjid Jabal Nur), sejak kemarin sore mengungsi. Saya sama keluarga. Ada anak saya, kakak dan anaknya,” ungkap Andini.
Di dalam rumahnya, ketinggian air sudah mencapai lutut orang dewasa. Sementara di pekarangan rumahnya, air sudah setinggi pinggang orang dewasa.
Air yang menggenangi rumahnya setiap musim hujan datang membuat Andini pasrah. Dia hanya berharap pemerintah memperhatikan anaknya saat di tempat pengungsian yang rentan akan penyakit.
“Tidak tahu juga mau bilang apa. Karena setiap tahun begini, mengungsi. Anak-anak ini yang kasihan. Semoga diperhatikan obat-obatan dan kebutuhan lainnya. Karena anak-anak gampang kena penyakit,” pintanya.
Warga Jl Terompet, Kelurahan Manggala, Dewi, berharap saat di tempat pengungsian kebutuhan anaknya diperhatikan. “Iya, popok sama obat-obatan paling penting,” bebernya.
Setiap kali banjir datang, Dewi mengaku ada-ada saja perabot rumahnya yang rusak akibat terendam air.
“Tiap tahun begini. Tidak ada perubahan, dan pasti ada alat rumah yang rusak. Tahun lalu kulkasku rusak, tidak bisa dipakai lagi,” sebutnya.