English English Indonesian Indonesian
oleh

Error In Persona, Bopeng Penegakan Hukum

Ironisnya karena Oman mengalami penderitaan ganda lantaran luka pada kaki akibat tembakan petugas, yang berlanjut pada penjeblosan Oman ke jeruji besi selama 10 bulan. Pada 4/6/2018, majelis hakim PN Kotabumi memutus bebas kepada Oman.

Sebagai konsekuensi error in persona oleh penegak hukum, Oman memperoleh keadilan dengan menerima uang ganti rugi sejumlah Rp222 juta. Proses penyerahan ganti rugi ini berlangsung di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Lampung Utara, 8/1/2024. Penyerahan dana  bukan hanya sekadar kompensasi finansial, tetapi juga simbol dari konsekuensi penegakan hukum yang tidak cermat dan nonprofesional.

Berapa pun jumlah restitusi yang Oman terima dari negara tentu tidak sebanding dengan penderitaan berganda yang ia alami akibat error in persona dalam penegakan hukum. Hal ini mengingatkan kita pada Karta dan Sengkon, dua petani yang divonis bersalah atas tindak pidana perampokan dan pembunuhan pada 1974.

Karena dituduh menjadi pelaku pembunuhan pasangan Sulaiman dan Siti Haya pada November 1974 berdasarkan Putusan PN Bekasi pada 1977, Sengkon divonis 12 tahun penjara, dan Karta divonis selama 7 tahun penjara. Ketika mereka sedang menjalani hukuman di LP Cipinang, Jakarta, mereka tiba-tiba bertemu dengan terpidana lain bernama Gunel.

Gunel mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan Sulaiman dan Siti Haya. Akhirnya  MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan keduanya hingga  Karta dan Sengkon bebas pada 4/11/1980.

Hikmah terbesar yang dapat dipetik dari semua ini bahwa penegakan hukum yang ditangani oleh siapa pun, harus mengedepankan prinsip profesionalisme. Jika terjadi error in persona, maka berhadapan dengan pelanggaran HAM dan risiko tuntutan ganti rugi. (*/zuk)

News Feed