Sebenarnya ada banyak kesempatan bagi Prabowo untuk menyerang balik dengan cara yang less emosional, baik terhadap Anies, maupun terhadap Ganjar, dengan retorika debat yang mumpuni. Ketika Anies “menyerang” Prabowo dengan isu etika, isu yang nampaknya sangat sensitif bagi Prabowo, ini membuat Prabowo menjadi begitu emosional. Ia tidak menggunakan kesempatan untuk membalikkan situasi
Padahal Prabowo bisa menyentil Anies dalam kaitan dengan isu korupsi, mengingat Muhaimin, pasangan Anies, diduga terlibat kasus korupsi system perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negri ketika menjabat Menakertrans dan kasus tersebut belum tuntas. Ini dapat menjadi “alat tawar” atas pemlintiran aturan MK untuk memuluskan Gibran menjadi cawapres. Namun, psikologi ketenangan Prabowo terganggu. Ia balik menyerang Anies dengan kata-kata “lain dimulut lain di hati”, dianggap tidak pantas berbicara soal etik karena Anies dianggap telah memberikan contoh yang tidak benar tentang etik. Prabowo juga menyentil Anies dengan menyatakan bahwa: “jangan karena ambisi pribadi kita menghasut rakyat”. Ini senjata makan tuan karena ambisi Prabowo untuk menduduki jabatan sangat kasat mata. Ia yang awalnya sebagai oposisi Jokowi kemudian bergabung dan menjadi Menteri Pertahanan. Ambisi jabatan Prabowo juga nampak pada Pilpres karena ia telah empat kali nyampres. Sorry ya, sorry ya.
Dalam debat, apa yang diketahui secara faktual, bisa berbeda secara virtual. Prabowo tidak memanfaatkan situasi debat itu dengan cara yang santai sambil memanfaatkan imej gemoy (plesetan dari kata gemas), istilah yang populer sejak Prabowo tengah berpidato dalam deklarasi dukungan PSI untuk pasangan Prabowo-Gibran.