English English Indonesian Indonesian
oleh

Kebaikan dan Dosa Menuju Pemilu

TGB adalah mantan ketua umum ormas Islam terbesar di NTB, Nahdhatul Wathan. Karena itu, apa pun sikap (politik)-nya, pastilah berdalil. Sekali lagi, beliau adalah ulama. Adalah benar, gegara beda sikap politik, orang begitu gampang menuduh lawannya sudah keluar dari akidah dan syariat agama.

Fanatisme dalam pemihakan politik menjadikan seseorang sulit menunjukkan kepada kita bahwa betapa ajaran Islam bisa mengakomodasi keragaman tokoh umat dalam bersikap politik. Kalau dinilai melanggar akidah (ketum partai yang nonmuslim melantik pengurus majelis zikir yang bernaung di bawah partai itu), sebut saja dalilnya kalau ada.

Justru Al-Qur’an tidak melarang bekerja sama dengan orang kafir tertentu. Al-Qur’an juga mewanti-wanti untuk jangan jatuh kepada sikap tidak adil kepada pihak lain, gegara tidak suka/benci kepada pihak lain tersebut. Karena itu, maaf, saya harap kepada yang percaya kepada Al-Qur’an, janganlah fanatisme (pemihakan) politik mendorong kita menyalahi tuntunan Al-Qur’an.

Begitu ramainya tanggapan, ada yang menulis bahwa HT yang non muslim, melantik atas nama majelis zikir, lembaga keagamaan Islam. Padahal yang benar ialah HT melantik atas nama partai yang beliau pimpin. 

Dalam suasana demam pemilu, hendaklah disadari, agama digosok dan digoreng untuk tujuan politik. Atas nama agama, tetapi sebenarnya untuk kepentingan politik. Orang dengan lantang menyuarakan agar orang lain ditangkap dan diterungku karena melakukan penistaan agama. Masihkah ada waktu kita merenung: dalam kontestasi politik ini, kebaikan atau dosakah yang sedang kita lakukan? (*)

*Penulis merupakan kolumnis FAJAR dan guru besar UIN Alauddin Makassar

News Feed