English English Indonesian Indonesian
oleh

HUT Ke-73 IDI, Momentum Perkuat Pondasi Gugat UU Kesehatan

FAJAR, MAKASSAR– HUT ke-73 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menjadi momentum tepat bagi mereka untuk memperkuat pondasi di internal, untuk menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.

Ini juga ditegaskan melalui tema yang diusung, Memperkuat Ikatan Tradisi Luhur Bersatu Mengabdi Bagi Rakyat Indonesia. Ini menjadi penegasan juga terkait perjuangan mereka dalam menggugat Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Ketua PB IDI, dr. Adib Khomeidi mengakui, pihaknya sedang merancang kekuatan di internal bersama organisasi kesehatan yang lainnya, untuk menolak lahirnya UU Kesehatan yang saat ini sudah masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK).

”Ini perayaan HUT ke-73 sekaligus memperkuat ikatan konsolidasi internal cabang dan wilayah. Memang agak spesial, karena dihadapkan dengan sebuah regulasi, kemudian banyak masalah yang berkaitan dengan dunia kedokteran. Ini kami jadikan momentum untuk memperkuat internal profesi,” ujarnya, Minggu, 29 Oktober.

Lebih lanjut dia mengatakan, HUT ke-73 ini menjadi dasar untuk menggagas berbagai hal yang akan diusung ke rakernas mendatang. Termasuk menegaskan tranaformasi IDI yang lebih dekat dengan masyarakat.

”Ini juga menjadi dasar sebelum rakernas akhir November. Pondasi yang kami perkuat di HUT ini. Kemudian di rakernas bakal kami declare bahwa IDI akan bertransformasi menjadi IDI yang lebih dirasakan kehadirannya untuk rakyat dan anggota,” lanjutnya.

Berkaitan dengan lahirnya UU Kesehatan, Adib menegaskan sudah memperjuangkan banyak hal untuk menolak itu. Berbagai pola dan upaya juga dilakukan, demi mendorong sejumlah materi pada Judisial Review di MK.

”IDI sudah siap menghadapi segala tantangan masa depan, tetap menjadi bagian dan mengabdi kepada rakyat. Soal UU Kesehatan, sejak awal muncul pada September 2022, kami sudah mengupayakan hak konstitusi warga negara. Kami juga punya hak untuk menyampaikan uji formil dan uji materi ke MK,” bebernya.

Kata dia, dua pola itu yang mereka lakukan. Uji formil lebih kepada proses penyusunan UU. Sedangkan uji materi berkaitan dengan poin dan permasalahan yang dianggap belum bisa menjawab permasalahan kesehatan di Indonesia.

”Kalau kita mengelaborasi permasalahan kesehatan di Indonesia, UU Kesehatan ini belum bisa menjawab. Mulai masalah distribusi, kesejahteraan tenaga medis dan tenaga kesehatan, juga hilangnya mandatori spending. Poin-poin itu yang akan kami sampaikan ke MK,” imbuhnya.

Adib menegaskan, Judisial Revisi ini dilakukan bukan semata–mata karena kepentingan IDI saja. ”Ini kepentingan pelayanan kesehatan, mutu, distribusi, dan juga pemerataan ke seluruh bagian dari negara Indonesia,” jelasnya.

Sementara Ketua IDI Makassar, dr. Abdul Azis mengatakan, perayaan HUT IDI ke-73 ini dikemas dalam berbagai rangkaian. Untuk puncak kegiatan di hari ini, dikemas melalui seminar yang disupport 27 perhimpunan di bawah IDI, juga ada workshop.

”Setelah ini kami akan berkumpul dengan Ketum PB IDI dan ketua wilayah Sulselbar serta ketua yang ada di bawahnya, sekitar 30 cabang. Itu untuk konsolidasi membahas isu-isu yang berkenaan dengan dunia kesehatan, termasuk UU Kesehatan nomor 17 tahun 2023 yang baru saja keluar,” kata dia.

Kata dia, PB IDI sudah melakukan Judisial Review bersama lima organisasi profesi kesehatan lainnya. Sehingga, Makassar juga tegak lurus dengan itu. Sebab UU ini dianggap meresahkan, bukan bagi IDI, tetapi juga berkenaan dengan nasib masyarakat Indonesia kedepan, termasuk pendidikan kedokteran.

”Yang krusial itu dihilangkannya pasal-pasal IDI sebagai organisasi tunggal. Kemudian perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, juga pendidikan kedokteran yang akan diberlakukan hospital face dari yang sebelumnya university face,” bebernya.

Dengan begitu, Azis menegaskan tidak ada alasan bagi IDI untuk tidak memperjuangkan hal ini. Termasuk menolak UU Kesehatan yang dianggap tidak sejalan dengan kondisi dan tantangan dunia kesehatan saat ini dan masa mendatang.

”Kami akan terus memperjuangkan, karena masalah satu organisasi profesi dokter harus selalu kita perjuangkan. Profesi dokter ini beda dengan profesi lain. Kita kenal etika kedokteran, tentu tidak bisa disusun dengan banyak organisasi, harus satu kata melayani masyarakat,” tutupnya. (wid)

News Feed