Kenyataan ini kemudian teridentifikasi pada pola tren perkembangan Kemandirian Fiskal Daerah dari data-data per kabupaten dan kota pada periode Triwulan II-2023 yang bervariasi. Seperti ditunjukkan oleh Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (KMD), Derajat Desesentralitralisasi Fiskal (DDF) dan Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah (KKD). Trend KMD dan DDF menunjukkan variasi cukup stabil tapi kecil dalam kisaran 0,5-20%, kecuali kasus Provinsi dan Makassar yang nilainya relatif tinggi diatas 40%.
Sedangkan tren KKD, tingkatnya relatif tinggi, dalam kisaran 40-80%, kecuali Pemprov. dan Makassar relatif rendah. Jadi, ketiga informasi tersebut menunjukkan bahwa tampaknya, rata-rata dari semua Pemda di Sulsel masih sangat tergantung APBD-nya kepada penerimaan Dana Transfer dari Pusat.
Hal ini tampaknya relevan dengan tren perkembangan Local Tax Power Ratio (LTR) Pemda di Provinsi Sulsel, yang terus mengalami penurunan secara berkelanjutan dan dengan perbedaan cukup signifikan antara kasus Provinsi dengan 25 Pemda se Sulsel.
Tren perkembangan untuk kasus Pemda Provinsi bergerak dari nilai 1,31% tahun 2017 terus turun pada level 1,07% pada Triwulan II-2023. Sedangkan 25 Pemda se Sulsel tingkat dan trennya lebih rendah dan terus menurun pada periode 2017-2022, antara 0,11%-0,57%, kemudian sedikit meningkat pada triwulan II-2023 menjadi 0,77%.
Jika memperhatikan perkembangan data-data Local Tax Ratio (LTR) per Pemda di Sulsel, khusus periode 2019-2022, tampaknya ada variasi perbedaan cukup signifikan antara Pemda. Gowa secara rata-rata menempati posisi tertinggi LTR-nya, diikuti secara berurut, Luwu Timur, Maros, Jeneponto, Enrekang, Makassar, Parepare, dan Palopo.