Sampai disitu, Adam mengaku masih bisa bersabar. Ia kemudian tetap menunggu di bagian UGD, berharap bisa segera medapatkan penanganan setelah melaporkan adiknya yang menderita diduga infeksi pada bagian payudaranya pasca menjalani operasi benjolan sekitar dua minggu lalu.
“Kemudian saya tunggu-tunggu lagi responds dari UGDnya, lama. Di pintunya ka berdiri (kantor staff), saya tanya staff di sana bisa mka dibantu kah kodong pak, lama ja berdiri,” akunya yang saat itu mulai kesal dengan pelayanan di rumah sakit tersebut.
Setelahnya, beberala saat kemudian salah seorang dokter keluar dari sebuah ruangan, dengan sigap Adam langsung meminta pertolongan kepada dokter tersebut. Namun, bukannya langsung ditangani, sang dokter hanya memberikan konsultasi saja.
“Keluar dokter dia cuman cerita, nasehati pulang ke rumah, minum obatnya adek ta, kasih istirahat. Terus ganti perban setiap hari,” ujar Adam menirukan kembali perkataan sang dokter yang identitasnya tak ia ketahui.
Adam lanjut membalas, kalau penanganannya seperti ini, tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Menurut dia, adiknya butuh penanganan lebih, tidak sekedar diminta minum obat dan beristirahat.
Ditambah lagi, perkataan sang dokter, disampaikan tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atas penyakit adiknya. Kata dia, bahkan dokter itu sama sekali tidak menyentuh adiknya.
“Karena ini adek di payudaranya terus keluar nana dan darah tidak berhenti, kaya air mancur. Nah bikin adek selama ini susah tidur karena tahan sakitnya itu,” bebernya.