“Dua-duanya tamat sekolah, pintar mengaji, dan sudah berumah tangga,” akunya bangganya. Tentu hal ini tidak bisa dicapai dengan cara yang mudah, terkadang Daeng Tamma bertemu dengan hari-hari tersulitnya.
Kadang dia kesulitan untuk mendapatkan penumpang atau pun upah yang dia dapatkan tidak sesuai target yang ingin dia capai. “Biasa ada, kadang juga tidak,” ucap pria kelahiran Jeneponto itu.
Berbagai hambatan yang didapatkan Daeng Tamma ketika bekerja. Selain kesulitan mendapatkan penumpang, menurutnya kemajuan teknologi masa kini membuat ia makin sulit dan memiliki pesaing dari pekerjaan yang sama.
Contohnya makin meningkatnya orang-orang untuk menggunakan transportasi daring alias ojok online (ojol) daripada becak. Hal ini merupakan salah satu kesulitan bagi Daeng Tamma.
“Lebih banyak ojek online daripada becak, karena ojek online seperti motor atau mobil pakai mesin sedangkan becak penumpang pada menghindar karena lambat. Kalau ojek online, kan, pakai mesin jadi cepat sampai tujuan. Kita hanya becak yang bisa menampung 2 penumpang saja, berbeda dengan ojek online seperti mobil yang bisa memuat sekeluarga,” jelas pria 69 tahun itu.
Pendapatan yang didapatkan Daeng Tamma berkisar dari Rp10.000-Rp50.000 dalam sehari, tetapi kisaran ini didapatkan jika ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan tidak menetap pada satu tempat saja.
“Biasa kalau saya tidak pindah mangkal di tempat yang ramai orang-orang, saya tetap akan mendapatkan Rp5.000-Rp10.000 per hari, tapi jika saya pindah bisa dapat Rp10.000-Rp50.000,” tuturnya.