FAJAR, MAKASSAR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan saksi dari Pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam sidang lanjutan dugaan kasus suap terhadap 4 eks Auditor BPK Sulawesi Selatan, Rabu (1/3/2023).
Sidang yang berlangsung di Ruangan Bagir Manan Pengadilan Negeri Kelas IA Kota Makassar tersebut, JPU menghadirkan saksi Saksi Hilda Tandigalla, Desy Normalitasari, Jamaluddin dan Andi Riyadi.
Dalam sidang yang berlangsung di Ruangan Bagir Manan Pengadilan Negeri Kelas IA Kota Makassar tersebut, terungkap jika salah satu terdakwa yakni Wahid Ikhsan Wahyuddin yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa saat BPK mendapat temuan kas tekor dan belanja fiktif pada Sekwan DPRD Sulawesi Selatan senilai Rp20 Miliar dan Rp6,8 Miliar.
“Karena punya kemampuan, maka ditunjuk menjadi ketua tim di provinsi, karena laporan keuangan di provinsi itu transaksi banyak dan besar dibanding kabupaten kota maka diperlukan pemeriksa yang pintar,” ungkap Saksi Jamaluddin selaku atasan Terdakwa Wahid Ikhsan pada pemeriksaan LKPD Tahun Anggaran 2019.
“Nyatanya Wahid Ikhsan berhasil menemukan kecurangan dan temuan kerugian yang besar-besar yang sebelum-sebelumnya tidak pernah ditemukan oleh pemeriksa lain,” lanjutnya.
Selain itu, dalam persidangan juga terungkap selain temuan kas tekor, Terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin juga merupakan pemeriksa dari BPK Provinsi Sulawesi Selatan yang selalu menemukan kerugian daerah dengan nilai yang sangat besar.
Diantaranya temuan Pembangunan Rumah Sakit Batua, Pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Fatimah, kerugian pajak pasir laut Takalar, kelebihan bayar dan penggunaan dana PDAM Kota Makassar senilai 31 Miliar yang saat ini sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Sejalan dengan hal tersebut, Hilda Tandigalla dan Desy Normalitasari yang hadir sebagai saksi dan merupakan mantan anggota Terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin menyampaikan jika Wahid Ikhsan merupakan sosok yang tegas, pintar dan tidak pelit ilmu.
Hilda Tandigalla pada saat itu menemukan temuan kerugian pada pembayaran insentif pajak di Bapenda sebesar Rp8,5 miliar sedangkan Desy Normalitasari menemukan kelebihan pembayaran pekerjaan jalan pada Dinas PUTR sebesar Rp8,23 miliar.
Terdakwa Wahid Ikhsan juga diketahui menolak untuk memberikan paraf pada lembar opini dan perubahan LHP yang menurut beliau tidak benar.
“Pak Wahid tempat kami belajar, karena orangnya pintar dan sering membuat temuan-temuan yang besar dan tidak pelit ilmu, sering membimbing dan mengajarkan serta mengayomi,” jelas Hilda.
Pada hari sebelumnya, Selasa (28/2/2023) JPU KPK juga menghadirkan 2 saksi dari BPK juga yakni Andi Wira Alamsyah Kasubag Humas dan TU BPK Sulsel 2017-2021 dan Andi Kurnia Farasista Selaku Pemeriksa Pertama BPK Sulawesi Selatan.
Dalam sidang tersebut, saksi Andi Wira Alamsyah selaku mantan Kasubag dan TU BPK Sulawesi Selatan saat ditanya oleh penasehat hukum menyampaikan pernah mendengar jika ada permintaan agar Terdakwa Wahid Iksan Wahyuddin tidak menjadi ketua tim lagi di Pemeriksaan Provinsi Sulawesi Selatan. “Iya saya pernah mendengar ada permintaan agar Wahid tidak memeriksa lagi di pemprov sulsel karena saklek,” tutur Saksi Andi Wira.
Saat ditanya terkait maksud saklek tersebut, Andi Wira Alamsyah menjelaskan jika maksudnya adalah Terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin adalah orang yang tegas dan pasti menemukan kerugian negara yang besar serta masuk dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) setiap kali melakukan pemeriksaan.
“Jadi ini yang mungkin menyebabkan ada pihak meminta agar wahid ikhsan ini tidak memeriksa di Pemprov Sulsel namun saya lupa pihak tersebut,” ujar Andi Wira saat memberikan kesaksian. (fni/*)