English English Indonesian Indonesian
oleh

Potret Buram Nasib Petani Sulawesi Selatan

OLEH: Muh Chalik Marwadi, Statistisi Muda BPS Kabupaten Gowa

Setelah 77 tahun merdeka, Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi sendiri, dan masih bergantung pada impor khususnya untuk beras keperluan industri.

Meski untuk beras konsumsi seperti beras medium Indonesia telah mencukupi kebutuhan sendiri, Indonesia haruslah tetap berprioritas untuk membangun kedaulatan pangan. Hal ini dikarenakan kondisi global yang tidak stabil mengakibatkan ketergantungan akan pangan impor bukanlah merupakan hal yang bijak.

Pertanian merupakan sektor penopang utama dalam perekonomian khususnya di Sulawesi Selatan. Sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling banyak di Sulawesi Selatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2022, penduduk Sulsel dominan bekerja pada sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai 37,38 persen. Atau dengan kata lain, sebanyak 1.618.554 penduduk Sulawesi Selatan yang bekerja pada sektor tersebut.

Selain itu, berdasarkan data BPS Provinsi Sulsel diketahui bahwa pada triwulan II tahun 2022 sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yakni mencapai 22,55 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan memiliki potensi besar akan sumber daya alamnya dan perlu menetapkan strategi pembangunan pertanian yang efektif dan efisien.

Posisi manusia harus tetap menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Meski sektor pertanian telah menjadi penunjang utama perekonomian Sulsel, nasib petaninya masih jauh dari kata sejahtera. Hal tersebut tergambar pada data kemisikinan Sulsel bulan maret 2022 yang persentasenya mencapai 8,63 persen.

Selanjutnya, dari jumlah penduduk miskin sebanyak 777,44 ribu jiwa, 1/3 di antaranya bekerja di sektor pertanian.
Salah satu ukuran kesejahteraan petani dukur dari Nilai Tukar Petani (NTP). BPS merilis angka NTP Sulsel sebesar 100,10. Angka NTP diatas 100 menyatakan bahwa petani mengalami kenaikan dalam hal perdagangan ketika rata-rata tingkat harga yang mereka terima mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada tingkat rata-rata harga yang dibayarkan. Akan tetapi, angka NTP Sulsel ini jauh di bawah angka NTP nasional yang mencapai 106,31.

Selanjutnya, potret kesejahteraan petani juga diukur melalui Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP). Angka NTUP menunjukkan apakah kenaikan harga panen dapat menambah pendapatan petani. Angka NTUP Sulsel sebesar 101,53 dan masih selisih 5,1 poin di bawah angka NTUP nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan pemerintah yakni meningkatkan skala usaha tani sehingga dapat memperbaiki pendapatan petani. Selanjutnya, perlu pengembangan sistem produksi yang mampu menciptakan nilai tambah bagi petani salah satunya dengan pemanfaatan teknologi. Meskipun saat ini pengembangan teknologi telah sangat maju dan mulai terjadi fenomena penggantian tenaga manusia ke tenaga mesin, pembangunan di sektor pertanian haruslah tetap mengutamakan terciptanya penyerapan tenaga kerja.

Penerapan teknologi yang dikembangkan haruslah tetap berwawasan kependudukan dimana hal tersebut dapat meningkatkan produktivitas akan tetapi tetap dapat menyerap potensi tenaga kerja secara maksimal. Sebagai contoh, penerapan teknologi tersebut bukan berarti menggantikan tenaga manusia ke tenaga mesin akan tetapi meningkatkan produktivitas dalam hal kecepatan waktu panen hingga beberapa kali setahun. Untuk itu, peran penyuluh pertanian untuk memperkenalkan teknologi tersebut dan mengedukasi para petani sangat penting. Penyuluh diharapkan dapat melakukan pembimbingan kepada para petani hingga mereka dapat menggunakan teknologi tersebut secara mandiri dan berkelanjutan.

Selain itu, kemudahan mengakses sumber-sumber permodalan perlu difasilitasi oleh pemerintah agar petani tidak perlu mengambil kredit dengan bunga yang tinggi. Selanjutnya, aktivitas impor perlu terus ditekan untuk mencegah jatuhnya harga komoditas pangan yang dihasilkan oleh petani sehingga dapat menyelamatkan mereka dari jerat kemiskinan. Selain itu, distribusi dan subsidi pupuk perlu terus dikawal ketat agar tepat sasaran.

Ketersediaan data mengenai kondisi pertanian terkini sangat diperlukan sebagai pedoman pemerintah dalam menyusun perencanaan, melakukan monitoring, dan membuat evaluasi. Pada tahun 2023, BPS akan melakukan Sensus Pertanian yang bertujuan untuk memotret kondisi pertanian Indonesia. Data yang diperoleh dari Sensus Pertanian 2023 diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyusun kebijakan yang efektif dan efisien sehingga mampu membawa kesejahteraan khususnya bagi petani. Mari bantu pemerintah merumuskan kebijakan pertanian yang solutif dengan memberikan data yang sebenarnya. (*)

News Feed