English English Indonesian Indonesian
oleh

Nilai Kearifan Ekologis pada Prinsip Hidup Kama’se-mase’a Masyarakat Adat Ammatoa Kajang

Dirkursus perihal lingkungan membawa saya bertemu pada sebuah ruang kolektif yang bisa dibilang menjadi episentrum pertemuan tiga lapisan kosmologis; Supranatural (Tuhan), Natural (Alam) dan Human (manusia). Yang hingga saat ini masih terawat dalam kesederhanaan sebuah komunitas/suku Adat Ammatoa kajang, yang berada di bagian pelosok timur Bulukumba, Sulawesi selatan.

Masyarakat luar yang mengenal masyarakat dalam kawasan Adat Ammatoa cenderung menganggap mereka sebagai sebuah fenomena sosial yang misterius, konservatif dan mistis. Anggapan tersebut didasarkan pada kenyataan dalam hal prilaku yang ekslusif dan sikap hidup menutup diri terhadap hal-hal berbau luar. Tinggal berkelompok dalam suatu area hutan yang luasnya sekitar 50 km yang mereka sebut sebagai tanah toa (tanah yang tua).

Histori masyarakat adat Ammatoa Kajang

Sejak berabad-abad yang lampau hingga saat sekarang ini, masyarakat adat Ammatoa Kajang masih tetap konsisten mempertahankan kebudayaan secara turun-temurun. Suku yang dikenal dengan sebutan ‘to kajang’ yang artinya (orang kajang). Identik dengan simbolisasi pakaian hitam dan passapu (lipatan kain diatas kepala).

Filosofi nenek moyang, tertuang dalam ajaran ‘Pasang ri kajang’, istilah Pasang yang secara harfiah, berarti ‘pesan’. Akan tetapi dalam benak masyarakat kawasan Adat Ammatoa, Pasang mengandung makna yang lebih dari sekedar sebuah pesan. Ia lebih merupakan sebuah amanah yang sifatnya sakral. Ini membuktikan bahwa Pasang dalam alam semesta berpikir orang kajang merupakan sesuatu yang wajib hukumnya untuk dituruti, dipatuhi dan dilaksanakan, yang bila tidak dilaksanakan, akan berakibat munculnya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti rusaknya keseimbangan sistem sosial dan ekologis

News Feed