Oleh: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T, Dosen dan Pemerhati Generasi
Tim Unit PPA Polrestabes Makassar bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) berhasil memgamankan seorang perempuan, A (24) beserta seorang bayi laki-laki yang baru lahir. A diduga melakukan tindak pidana perdagangan orang (fajar.co.id, 15/5/2022).
Ngeri! Kompleksitas kerusakan makin hari kian di luar nalar sehat. Bagaimana mungkin seorang ibu tega menjual darah dagingnya sendiri. Namun, hal itu nyata dalam sistem rusak saat ini. Bahkan sudah lama berlangsung. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Fakta di atas adalah salah satu dari sekian banyak kasus yang sangat mengiris hati, mengaduk-aduk naluri keibuan para perempuan. Di balik kejahatan tersebut, diduga kuat tersimpan banyak hal yang menjadi pemicunya. Diantaranya dan paling asasi adalah faktor keimanan. Selain itu, faktor ekonomi sering kali menjadi dalih seseorang melakukan tindakan amoral.
Namun, jika dicermati munculnya beragam masalah (termasuk kasus di atas) adalah akibat maraknya pergaulan bebas sebagai konsekuensi sistem yang diadopsi negeri ini. Berita yang beredar di media bahwa tindakan ibu A adalah sudah yang ketiga. Bayi pertama dan kedua pun tidak diketahui siapa ayahnya. Artinya hubungan yang dilakukan adalah hubungan terlarang. Naudzubillah!
Liberalisme menyuburkan seks bebas
Tak dimungkiri Indonesia adalah lahan subur bagi penikmat seks bebas. Segala hal yang terkait dengannya, seolah diberi ruang sangat lebar. Hal ini terbukti dari hasil survei KPAI pada 2007, dari 4.500 remaja yang disurvei, 97 persen di antaranya mengaku pernah menonton film porno. Sebanyak 93,7 persen remaja SMP dan SMA pernah berciuman serta happy petting alias bercumbu berat dan oral seks (wartakota.tribunnews.com, 1/1/2021). Data ini sangat jelas menggambarkan kondisi generasi yang sakit parah.