MAKASSAR, FAJAR-Jalur inspeksi atau pinggir kanal masih banyak yang tak tertata. Amburadul dan dikuasai warga.
IDEALNYA, lebar jalan inspeksi minimal tiga meter. Sayang, akibat pembangunan yang tak terkontrol, banyak bangunan yang mengintervensi jalan inspeksi. Dampaknya, jalanan menjadi sangat sempit.
Belum lagi kesemrawutan yang ditimbulkan sebagai dampak kesadaran masih kurang sebagian warga penghuni di sekitar jalan inspeksi kanal. Banyak area yang disalahfungsikan oleh masyarakat di Kota Makassar.
Jalur-jalur tersebut dikomersialisasi. Banyak aktivitas di atasnya, mulai pasar di atas jalur, kebun, lahan parkir, atau bahkan membangun cottage atau balai tempat berkumpul.
Beberapa lainnya, sengaja ditutup oleh oknum warga agar tak dilewati orang. Misalnya jalur inspeksi di Pampang, dari arah jembatan Masjid Agung 45. Jalan inspeksi tak tembus lantaran di ujung pertigaan, ada bangunan.
Padahal, secara regulasi tata kota, jalur tersebut untuk kepentingan umum. Ke depan, jalur seperti itu bisa dilakukan pembenahan drainase/kanal sebagai bagian dari potensi wisata dan memperindah kota.
Fungsinya diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No.08/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi.
Di Pasar Terong, misalnya, jalur inspeksi yang semestinya menghubungkan Jalan Gunung Bawakaraeng dan Jalan Masjid Raya kini dipenuhi pedagang pasar.
Demikian pula di Pasar Pabaeng-baeng yang semestinya menghubungkan Jalan Andi Tonro dan Jalan Sultan Alauddin, fungsinya juga berubah menjadi kawasan komersial.