Kuliner kaki lima yang satu ini terlibat langsung dalam sejarah Indonesia. Tak hanya punya irisan dalam histori besar ketika Orde Lama, tetapi juga soal cita rasanya yang melegenda.
GALIH ADI PRASETYO
Makassar
”BLAR.” Suara ledakan itu bergemuruh di tengah deru mesin iringan kendaraan konvoi Presiden Soekarno.
Minggu malam, 7 Januari 1962, Soekarno dijadwalkan berpidato di Gelanggang Olahraga (GOR) Mattoangin, Makassar. Konvoi itu melewati Jalan Cenderawasih setelah berangkat dari rumah dinas gubernur Sulawesi Selatan.
Ledakan pada pukul 18.55 Wita tersebut sempat diduga disebabkan ban mobil yang meletus. Dugaan itu ternyata salah besar. Suara yang keras bersumber dari sebuah granat yang dilempar dari balik sebuah warung sup daging di Jalan Cenderawasih. Teror tersebut merupakan upaya yang dilakukan untuk melukai Bung Karno.
Namun, lemparan granat tangan itu meleset. Presiden pertama Indonesia tersebut tak mengalami luka apa pun. Tetapi, tak sedikit orang dalam konvoi tersebut yang mengalami luka akibat serpihan besi dari granat yang meledak.
Cerita itu abadi dalam sejarah Indonesia. Sisi lainnya, ternyata cerita yang sama turun-temurun disampaikan dalam keluarga besar pemilik sup.
Sup Cenderawasih Mas Tomo di Jalan Cendrawasih Nomor 36 menjadi saksi bisu kala peristiwa itu terjadi.
Kisah itu tak berhenti saat malam pengeboman di lokasi kejadian. Investigasi dilakukan keesokan harinya pada 8 Januari 1962. Personel TNI-Polri diturunkan. Begitu juga para petingginya.
”Bapak saya (Ngadiman) waktu itu masih jualan. Diselidiki, ternyata benar pelemparnya berada di balik warung. Setelah melempar, lari dia ke sela-sela rumah. Nah, warung sup bapak saya ini dijadikan base camp untuk memantau penyelidikan dan koordinasi,” jelas Hadi Utomo, generasi kelima pengelola sup Cenderawasih dilansir Jawapos, Rabu (23/3/2022).