English English Indonesian Indonesian
oleh

Ketimpangan Meningkat, Tellu Limpoe Dominasi Angka Kemiskinan Ekstrem di Bone

FAJAR, BONE — Tingkat kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bone masih cukup tinggi. Hingga tahun 2025, Dinas Sosial Kabupaten Bone mencatat tingkat kemiskinan umum berada di angka 9,58 persen, sementara kemiskinan ekstrem tercatat sebesar 0,43 persen.

Ironisnya, angka kemiskinan ekstrem ini didominasi oleh satu kecamatan, yakni Tellu Limpoe. Kondisi ini menegaskan masih adanya ketimpangan kesejahteraan di wilayah Bone.

Situasi ini mendorong pemerintah setempat menggelar rapat koordinasi khusus untuk meninjau persoalan stunting dan kemiskinan ekstrem di Kecamatan Tellu Limpoe.

Mengacu pada Data Program Perlindungan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Keluarga (P3KE), tercatat 2.046 keluarga di Tellu Limpoe masuk dalam kategori miskin ekstrem, dengan total individu mencapai 9.700 jiwa.

Salah satu faktor dominan penyebab kemiskinan ekstrem adalah tingginya angka pengangguran, yang mencapai 5.977 orang. Selain itu, mayoritas warga hanya berpendidikan hingga tingkat sekolah dasar, bahkan sebagian tidak menamatkan sekolah atau tidak pernah bersekolah sama sekali.

Namun, menurut data versi Dinas Sosial Bone, jumlah warga miskin ekstrem di Tellu Limpoe sedikit lebih kecil, yakni sekitar 5.681 orang dari total penduduk sekitar 11.000 jiwa.

“Ada sekitar 5.681 orang yang tercatat sebagai masyarakat miskin ekstrem di Kecamatan Tellu Limpoe,” ungkap Kepala Dinas Sosial Bone, A. Mappangara.

Jika dirata-ratakan, jumlah keluarga miskin ekstrem di Tellu Limpoe mencapai sekitar 11 kepala keluarga per desa.

Kondisi ini dinilai membutuhkan intervensi khusus karena berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesehatan publik. Salah satu indikator yang terdampak adalah angka stunting. Di Tellu Limpoe, jumlah anak penderita stunting tercatat sebanyak 189 anak yang tersebar di 11 desa.

Kepala Desa Bonto Masunggu, Najamuddin, menuturkan bahwa tingginya angka kemiskinan ekstrem di wilayahnya disebabkan oleh buruknya infrastruktur.

“Desa kami sudah ditetapkan sebagai desa wisata, tetapi perhatian dari pemerintah kabupaten masih minim. Kami hanya mengandalkan dana desa yang terbatas,” ujarnya.

Keluhan serupa juga datang dari desa lain seperti Tellang Kere, Batu Putih, dan Topang. Mereka berharap adanya perbaikan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan, yang dinilai sangat berdampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.

Kepala Desa Topang, Ridwan, menyampaikan kondisi pembangunan di wilayahnya masih tertinggal jauh.

“Akses jalan dan jembatan butuh renovasi segera. Kami berharap perhatian lebih dari pemerintah kabupaten,” keluhnya. (an/*)

News Feed