Namun Harpen juga tidak bisa menutupi keletihannya.
“Sampai kapan atlet harus terus mandiri seperti ini? Apakah kami harus menjual rumah dulu baru dianggap serius?” tanyanya, sinis.
Andini: Satu-satunya Perempuan, Bertarung untuk Diri dan Daerah
Di antara tiga petinju yang berangkat malam itu, satu wajah paling mencuri perhatian: Andini. Petinju muda yang telah bertarung sejak usia belasan tahun. Ia pernah terluka cukup parah di atas ring saat kejuaraan nasional 2022. Tapi dia tak menyerah. Justru luka itu jadi motivasi.
“Saya ingin masuk tim nasional. Ini cita-cita saya sejak kecil,” ucapnya pelan, sambil menatap tiket pesawat di tangan.
Baginya, mengikuti Seleknas bukan sekadar ambisi pribadi, tapi bentuk balas budi pada pelatih, klub, dan kampung halaman. “Saya tahu, kami berangkat tanpa dukungan pemerintah. Tapi kami akan bertarung bukan untuk mereka. Kami bertarung untuk keluarga kami, pelatih kami, dan masyarakat Sulsel,” ujarnya.
Diskriminasi dalam Anggaran, Diam dalam Prestasi
Kritik yang paling keras datang ketika Harpen menyentil soal diskriminasi dalam alokasi anggaran pembinaan olahraga di Sulsel. Ia tidak menyebut langsung cabang olahraga mana yang mendapat prioritas, tapi menyiratkan bahwa tinju bukan bagian dari ‘olahraga kesayangan’ pemerintah daerah.
“Kalau sudah jadi juara, semua datang menepuk bahu. Tapi saat mau berangkat, semua pura-pura tidak tahu. Ini sistem yang harus kita ubah,” ujarnya.
Harpen berharap momentum SEA Games 2025 ini membuka mata banyak pihak bahwa prestasi bukan datang dari ruang rapat, melainkan dari ring latihan yang keras, peluh, dan darah.
“Kalau negara tak bisa hadir membantu, setidaknya jangan jadi penghalang,” ucapnya.