Sektor jasa keuangan lainnya seperti lembaga pembiayaan, dana pensiun, pergadaian, dan koperasi simpan pinjam turut berkontribusi dalam peta literasi dan inklusi nasional, meskipun angka-angkanya masih tergolong rendah. Misalnya, indeks inklusi lembaga pembiayaan hanya 12,38 persen, dan dana pensiun 5,37 persen.
“Sebagai perbandingan, indeks literasi pada lembaga pembiayaan dan dana pensiun masing-masing tercatat 46,66 persen dan 27,79 persen. Pergadaian mencatatkan indeks literasi 54,74 persen dan inklusi 8,23 persen. Sementara itu, kategori lembaga jasa keuangan lainnya seperti perdagangan aset kripto, koperasi, dan entitas sejenis menunjukkan indeks literasi 42,77 persen dan indeks inklusi 14,71 persen,” akunya.
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS), Ateng Hartono, menyampaikan bahwa secara umum hasil SNLIK 2025 menunjukkan perbaikan dalam tingkat pemahaman dan akses masyarakat terhadap jasa keuangan, baik konvensional maupun syariah. Secara nasional indeks literasi keuangan menunjukkan peningkatan dari 65,43 persen di tahun 2024, menjadi meningkat 66,46 persen untuk kategori keberlanjutan di tahun 2025.
Jika dihitung berdasarkan cakupan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang mencakup sembilan sektor jasa keuangan ditambah sistem pembayaran, BPJS, dan lembaga jasa keuangan lainnya, maka indeks literasi keuangan masyarakat mencapai 66,64 persen. Untuk layanan konvensional saja, indeks literasi berdasarkan metode keberlanjutan naik dari 65,08 persen menjadi 66,45 persen.