English English Indonesian Indonesian
oleh

Anak Makin Rentan Terpapar Hoaks

Oleh: Nur Amelia
Staf Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan

Perkembangan teknologi dengan tingkat jangkauannya yang mampu menyasar seluruh lapisan masyarakat dan tak lagi memandang kelompok umur dan kelas sosial pada satu sisi memberikan dampak positif yang luar biasa.

Namun, di sisi lain justru akan sangat berisiko jika tidak dibarengi dengan kedewasaan dan literasi digital yang mumpuni. Salah satu dampak negatif dari kehadiran internet yang saat ini telah menjadi isu besar sekaligus musuh bersama adalah hoaks. Hampir setiap hari, ancaman hoaks selalu mengintai setiap ruang-ruang kehidupan kita.

Dalam konteks hoaks, satu hal yang perlu menjadi kegelisahan kita adalah kerentanan generasi muda khususnya anak-anak. Kondisi ini, membutuhkan pola yang tepat untuk bisa menangkal paparan hoaks di tengah meningkatnya penggunaan telepon seluler dengan koneksi internet di kalangan anak-anak. Artinya, dibutuhkan segera metode literasi yang tepat untuk mengenalkan anak tentang hoaks sehingga secara sadar anak bisa membedakan mana informasi yang valid dan mana informasi hoaks.

Dari aspek hukum, paparan hoaks bagi anak akan membawa pada kecenderungan melakukan tindakan kriminal. Karakter anak dengan naluri meniru akan berdampak pada kepribadiannya. Khususnya penyimpangan dalam bentuk mentalitas yang mengarah pada perbuatan pidana. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), kasus anak berkonflik dengan hukum mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga 2023. Per Agustus 2023, setidaknya tercatat hampir 2.000 orang anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 526 anak menjalani pidana. Salah satu pemicunya adalah terpengaruh dengan informasi berseliweran di media sosial. Bukan tidak mungkin semua ini karena pengaruh informasi hoaks.

Setidaknya ancaman anak terpapar hoaks, khususnya di Sulsel ini bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2023. Persentase penduduk umur 5 tahun ke atas yang menggunakan telepon seluler (handphone)/nirkabel untuk kepentingan komunikasi yakni 87,46 persen (laki-laki) dan 84,92 persen (perempuan). Kemudian persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas untuk mengakses internet seperti laptop, komputer, atau tablet sudah mencapai 20,51 persen. Telepon seluler (HP) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon tetap kabel, namun dapat dibawa ke mana-mana (portable, mobile) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telekomunikasi kabel. Internet menyediakan akses ke sejumlah layanan komunikasi termasuk World Wide Web dan membawa surat elektronik, berita, hiburan dan file data.

Sedangkan komputer mengacu pada komputer desktop, laptop (portable) atau tablet (atau komputer genggam yang serupa). Personal Computer (PC)/Desktop adalah komputer yang biasanya tetap di satu tempat, biasanya pengguna ditempatkan di depannya, di belakang keyboard. Laptop (Portable) adalah komputer yang cukup kecil untuk dibawa dan biasanya memungkinkan tugas yang sama sebagai komputer desktop, tetapi mencakup juga notebook dan netbook tetapi tidak termasuk tablet dan sejenisnya komputer genggam.

Penggunaan fasilitas untuk mengakses internet tersebut khususnya bagi anak-anak harus menjadi perhatian serius agar bisa mengantisipasi bahaya hoaks. Apalagi, anak-anak saat ini mulai usia 5 tahun sudah dibiasakan menggunakan telepon seluler/tablet. Bahkan anak-anak sudah menguasai alat atau perangkat yang terhubung dengan internet tersebut. Data BPS Sulsel tahun 2023 menunjukkan Kota Makassar adalah yang tertinggi penguasaan telepon seluler untuk penduduk usia 5 tahun ke atas yakni mencapai 80,92 persen. Disusul Kota Palopo besar 77, 40 persen dan Parepare sebesar 77,39 persen. Sedangkan daerah di Sulsel dengan persentase terkecil penguasaan telepon seluler usia 5 tahun ke atas yakni Kabupaten Jeneponto dengan persentase 61,45 persen.

Gambaran sederhana data yang ditampilkan BPS ini bisa menjadi analisa begitu besar potensi anak-anak terpapar hoaks. Artinya, sangat dibutuhkan penyuluhan berbasis data pada orang tua agar memahami dengan betul ancaman ini. Dengan demikian, mitigasi bisa segera bisa dilakukan, dengan memberikan edukasi mengakses internet yang mana saat ini sudah ada dalam genggaman anak-anak. (*)

News Feed