Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf
(Dosen FEB Unhas)
FAJAR, MAKASSAR — Perekonomian Indonesia terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap) dalam 30 tahun terakhir.
Dimana perekonomian Indonesia melayang-layang di tengah, tidak mampu bersaing dengan negara maju dalam menghasilkan barang berteknologi tinggi dan dengan negara berkembang dalam memproduksi barang berteknologi menengah.
Tantangan utama perekonomian nasional hingga tahun 2050 adalah bertransformasi dari lower middle income (pendapatan menengah bawah) ke developed country (negara maju). Atau bertransformasi dari pendapatan per kapita 5.016 dollar Amerika Serikat (AS) menjadi 12.350 dollar AS.
Perekonomian Indonesia tidak mampu naik kelas menjadi negara maju dari posisinya sebagai emerging market economies (EMEs) saat ini karena lemahnya produktifitas nasional. Hal ini tercermin pada total output per tenaga kerja yang ditunjukkan oleh rasio antara Gross Domestic Product (GDP) atau output per worker yang hanya 9.151 dollar AS.
Produktifitas tenaga kerja Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia yang mencapai 25.107 dollar AS, Singapura 99.569 dollar AS, Korea Selatan (Korsel) 56.077 dollar AS, dan China 16.512. Dua negara dengan produktifitas tenaga kerja tertinggi adalah AS 120.195 dollar AS dan Australia 115.384 dollar AS.
Rendahnya produktifitas tenaga kerja nasional berkaitan dengan rendahnya rata-rata pendidikan angkatan kerja yang didominasi oleh keluaran sekolah dasar (SD) atau tidak menammatkan SD. Sementara angkatan kerja dengan pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi memiliki proporsi sangat kecil.