English English Indonesian Indonesian
oleh

Lukas dan Labora

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat panggilan kedua kepada Gubernur Papua Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta hari Senin ini. Sebelumnya Lukas dipanggil pada tanggal 12 September 2022. Biasanya rentang waktu panggilan pertama dan kedua sekitar semingguan. Namun penanganan Lukas Enembe oleh KPK agak terganggu dengan adanya aksi berbagai kalangan di Papua  yang ‘membela’ Lukas Enembe.  KPK mengharapkan Lukas Enembe bersikap kooperatif dengan menghadiri panggilan tim penyidik pada panggilan kedua tersebut. KPK menyatakan kehadiran Lukas merupakan kesempatan untuk menjelaskan langsung di hadapan tim penyidik KPK — duduk soal versi tersangka. Menurut KPK  pemahaman bersama, membangun narasi di ruang publik tidak dapat dijadikan dasar pembuktian suatu perkara pidana.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sempat mengungkap soal kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe. Dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe, yang kemudian menjadi tersangka, bukan hanya gratifikasi Rp1 miliar. Menurut Mahfud ada laporan PPATK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar. Lalu jika Lukas tetap tak datang memenuhi panggilan, apa yang akan terjadi. Sejumlah pihak mendesak agar KPK dengan bantuan Polri melakukan pemanggilan paksa. Menko Polkan menegaskan, pada saatnya jemput paksa harus dilakukan jika Lukas tetap tidak datang. Bagi Mahfud, Politik hukum harus ditegakkan tetapi politisasi hukum tidak boleh terjadi.

***

Tujuh-enam tahunan yang lalu ada kejadian yang nyaris sama dari Sorong sana. Kali ini menyangkut seorang warga pendatang Labora Sitorus. Dia seorang anggota Polri dengan pangkat terakhir Ajun Inspektur Satu (Aiptu). Labora digambarkan saat itu  mafia bisnis hitam di daerah papua. Bisnis hitam Labora mencakup ilegal logging, penyelundupan BBM, dan lain lain. Transaksinya yang mencapai angka triliunan rupiah yang kemudian dilaporkan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Polri. Berkas Labora kemudian lanjut ke meja hijau. Di tingkat Kasasi — Majelis Hakim Agung yang diketuai Artidjo Alkostar menjatuhi hukuman 15 tahun.

Proses penahanannya Labora Sitorus terbilang menghebohkan saat itu, karena warga yang bekerja dan selama ini hidup dengannya melakukan upaya untuk menghalangi eksekusi. Labora sempat bebas keluar karena di tingkat pertama dia hanya dihukum ringan. Ketika MA memutuskan hukuman yang lebih berat, Labora mencoba melawan. Jalan menuju rumahnya ditutupi dengan tumpukan kayu dan kontainer serta dipenuhi massa. Namun akhir Februari 2015, Labora akhirnya bisa dibawa ke Lapas Sorong. MA juga memutuskan merampas seluruh harta Labora yang dijadikan barang bukti mulai dari benda bergerak sampai benda tidak bergerak. Dari uang tunai sampai beberapa kapal.

Namun baru beberapa bulan di Lapas Sorong — akhir Oktober 2015, Labora mengajukan izin untuk melakukan terapi di luar dan ternyata kesempatan itu digunakan untuk melarikan diri. Jajaran Lapas dengan bantuan Polri dan TNI mencoba mencari Labora dan berhasil ditangkap. Pertengahan November 2015, saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Sorong — Labora kembali menghilang. Kembali dilakukan pencarian, tetapi berbulan-bulan Labora tak ditemukan.

Menkum dan HAM Yasonna Laoly saat itu memerintahkan terus dilakukan pengejaran dan memutuskan jika tertangkap Labora harus dipindahkan ke Cipinang Jakarta. Tanggal 7 Maret dini hari 2016, Labora ditangkap. Dini hari  itu juga — Menkumham memerintahkan Dirjen Pemasyarakatan Wayan Dusak untuk segera mengirim tim pengamanan terbaik untuk membuat Labora Sitorus ke Cipinang Jakarta. Sejumlah jajaran pengaman Pemasyarakatan yang terpilih terbang ke Solo dan dengan pesawat  yang sama langsung membawa Labora ke Jakarta. Saat itu ikut mendampingi sejumlah aparat kepolisian yang juga didatangkan dari Jakarta untuk keperluan pengawalan di pesawat.

***

Labora Sitorus mungkin bukan seorang kepala suku. Bukan seseorang yang pernah menjabat Bupati dua periode dan sekarang menjabat Gubernur seperti Lukas Enembe. Tetapi proses penangkapan  yang dilakukan saat itu terhadap Labora tidak kalah gegap-gempitanya. Operasi penjemputan Labora dilakukan dengan tim khusus yang bergerak dari Jakarta dan dengan cepat kembali ke pesawat yang sudah siap terbang dengan membawa Labora Sitorus. Mungkin saja — jika Lukas Enembe tidak memenuhi panggilan KPK hari ini — kejadian seperti  ini akan terjadi beberapa  hari ke depan .**

News Feed