Banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pemilik rumah atau user, termasuk developer. Developer juga masih sering menjumpai permasalahan, seperti perizinan. Untuk membangun rumah, izinnya berbelit-belit. Developer butuh kemudahan perizinan dari stakeholders terkait.
Meskipun telah ada Online Single Submission (OSS) diterapkan, implementasinya masih banyak kendala dalam perizinan. Dari user masih banyak keluhan berkaitan dengan tingginya biaya administrasi yang ditimbulkan atas KPR subsidi. Misalnya, banyaknya biaya materai; yang kurang lebih 15 lembar, biaya notaris tinggi, asuransi jiwa, dan asuransi kebakaran.
Provisi (biaya) bank hanya untuk memperoleh KPR bersubsidi Rp160 juta harus mempersiapkan dari awal hampir Rp20-an juta. Apabila pihak pembangun rumah subsidi atau developer mengeluhkan dengan perizinan berbelit-belit, di lain pihak user mengeluh dengan persyaratan perbankan.
Baik bersifat administrasi, maupun keuangan awal yang harus disiapkan cukup besar. Hal ini berarti program pemerintah dengan slogan sejuta rumah, sepertinya akan kurang berhasil. Perlu dilakukan usulan-usulan perbaikan kepada pihak perbankan dan pihak-pihak terkait. Misalnya, pengurusan legalitas kepemilikan rumah sampai dengan sertifikasi mungkin lebih murah dikolaborasikan dengan program pemerintah berupa proyek, operasi nasional agrarian (prona) atau PTSEL.
Dengan demikian, tidak menggunakan notaris sebagai PPAT yang mungkin biayanya lebih murah cukup dengan menggunakan camat sebagai PPAT. Sehingga, biaya-biayanya menjadi lebih ringan.