MAKASSAR, FAJAR – Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan besar. Sekaligus “menampar” anggota DPR di Senayan.
DALAM putusan yang menerima permohonan peninjauan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen, MK mengembalikan pembuatan regulasi baru kepada pembuat UU, dalam hal ini DPR.
Memang belum berlaku pada Pemilu 2024, melainkan nanti pada 2029. Syaratnya, DPR harus membuat aturan baru dengan tidak lagi menggunakan ambang batas 4 persen. Putusan tersebut dinilai moderat.
“Saya kira juga tepat jika putusan MK memerintahkan pembuat norma sendiri, dalam hal ini DPR, yang menetapkan soal pengaturan penyempurnaan sistem proposional,” kata analis politik Unismuh Makassar, A Luhur Prianto, Kamis, 29 Februari.
Prinsip dasar dari sistem pemilihan proporsional adalah semua pilihan terwakili sesuai proporsi dukungannya. Jadi kalau masih konsisten pada sistem pemilu proporsional, mestinya memang pengaturan PT ini dibatalkan.
Angka PT 4 persen membuat besarnya suara dukungan yang tidak bisa dikonversi menjadi representasi di DPR. MK juga menegaskan, penghapusan angka ambang batas haruslah dari pembuat UU.
Secara momentum hal itu baru dapat dieksekusi oleh DPR pasca 2024, atau untuk persiapan menuju Pemilu 2029. “Artinya putusan hakim MK kali layak apresiasi,” ujar Luhur.
Dua Sisi
Meski memberi kesempatan dari perspektif hak politik, tanpa PT juga memiliki sisi negatif. Putusan MK dinilai akan menimbulkan perubahan dalam sistem kepartaian karena desain electoral threshold ini untuk menciptakan integrasi politik dan membatasi partai-partai masuk parlemen. Caranya dengan meningkatkan ambang batas parlemen