MAKASSAR, FAJAR — Dunia sedang krisis ekonomi. Tidak demikian dengan Indonesia.
Di tengah potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga. Itu didukung permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menuturkan bahwa pihaknya menilai saat ini ketidakpastian perekonomian global mulai menurun, namun masih terjadi divergensi pemulihan antarnegara.
“Indikator perekonomian menunjukkan pertumbuhan ekonomi termoderasi di beberapa negara, khususnya di negara Uni Eropa dan Tiongkok,” ucapnya, kemarin.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi mendorong inflasi turun mendekati target inflasi sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.
“Di AS, The Fed mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps di 2024 dengan pasar menilai ekonomi AS masih cukup resilient dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi,” ujarnya.
Namun demikian, ia melihat pasar masih mencermati perkembangan geopolitik ke depan, seperti eskalasi ketegangan di laut merah imbas dari konflik Timur Tengah, serta penyelenggaraan pemilihan umum sepanjang tahun 2024 yang mencakup 50 persen populasi dunia terutama di beberapa negara utama seperti AS, Uni Eropa, India, dan Taiwan serta pemulihan ekonomi Tiongkok.
Secara umum sentimen di pasar keuangan global cenderung positif sejak Desember 2023 didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan perkiraan soft landing di AS, sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan menjadi penopang penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia.