Padahal, disana terdapat 11 orang yang akan kehilangan tempat tinggal, 3 diantaranya adalah anak usia sekolah, 4 orang perempuan dan 7 orang lainnya adalah laki-laki.
Lanjut diungkap bahwa, pada 5 Januari 2024, Komnas HAM menerbitkan Surat rekomendasi ke DLH dan Walikota Makassar untuk menunda penggusuran dan tindakan yang menimbulkan konflik fisik hingga tercapai solusi bersama yang diterima kedua belah pihak. 14 Januari 2024 , Surat Rekomendasi Komnas HAM tiba di Makassar.
“Namun, sampai hari ini, DLH Kota Makassar dan Walikota Makassar masih acuh terhadap surat tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya keseriusan dari DLH Kota Makassar dan Walikota Makassar terhdap penghormatan hak atas tempat tinggal yang layak kepada warganya,” ungkapnya.
Pilihan untuk tinggal di lahan yang diklaim pemerintah kota sebagai lahan pekuburan, disebut, tidak terlepas dari pengabaian pemenuhan hak atas tanah, hak atas pemukiman yang layak, hak atas pendidikan, Hak atas pekerjaan yang layak bagi warga yang telah hidup di wilayah tersebut selama lebih dari 20 tahun.
“Tempat tinggal yang layak merupakan hak dasar seorang warga yang pemenuhannya menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara. Alih-alih hadir meningkatkan kualitas hidup warganya, kehadiran Pemkot Makassar justru hadir dengan mengancam akan melakukan penggusuran terhadap rumah warganya. Ini merupakan tindakan aktif pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemkot Makassar,” jelasnya.
Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Pasal 27 ditegaskan bahwa: “Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia”.