Ketika keluhan tersebut dilihat hanya sebagai keluhan kosmetik, maka sesuai aturan BPJS Kesehatan, tindakan koreksinya tidak termasuk dalam pembiayaan BPJS. Ketiga, keinginan pemerintah Indonesia untuk segera mendeklarasikan sebagai negara yang telah bebas kusta menyebabkan kurangnya biaya dan kapasitas untuk menangani pasien kusta.
Konsekuensinya, saat ini bisa dikatakan tidak ada lagi pasien claw hand yang datang ke RS untuk tindakan koreksi disabilitas karena mereka tidak bisa “tembus” ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL). Kenyataannya, pasien-pasien dengan keluhan tersebut masih banyak.
Surgery Camp
Terbukti ketika YDTI bekerja sama dengan The Leprosy Mission (TLM), Persatuan Mantan Kusta (Permata) Sulawesi Selatan, dan RSUP dr Tajuddin Chalid melakukan “surgery camp” pada Juli 2022, didapatkan puluhan pasien kusta disertai beragam disabilitas.
Akan tetapi, karena berbagai kendala seperti biaya pasien dan penjaga selama penanganan di RS dan kondisi pasien yang tidak memenuhi kriteria (masih dalam pengobatan kusta, masih dalam rentang enam bulan pengobatan reaksi kusta, kondisi kecacatan yang sudah terlalu berat dan sebagainya), maka hanya enam pasien yang memadai untuk dilakukan tindakan.
Hasilnya cukup memuaskan. Baik bagi penderita maupun bagi pelaksana kegiatan. Hal yang sama dilakukan pada September 2023. Kala itu, sebelas pasien berhasil dilakukan tindakan koreksi. Delapan pasien claw hand, dua pasien lagophtalmus, dan satu pasien drop foot.
Pada sesi ini dilakukan pengukuran yang lebih objektif dengan skala SALSA yang merupakan singkatan dari Screening of Activity Limitation & Safety Awareness untuk pasien claw hand melalui perbandingan antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Dari delapan pasien claw hand, empat pasien berhasil dilakukan pengukuran, sementara empat lainnya tidak dapat dilakukan karena faktor domisili.