English English Indonesian Indonesian
oleh

Ketimpangan Hukum Internasional

Sementara Majelis Umum PBB sendiri yang disebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi justru putusannya mandul dan tidak mengikat. Tragisnya lagi karena Mahkamah Internasional (ICJ) yang menjadi tumpuan harapan dunia untuk memperoleh keadilan ternyata sangat mengecewakan, karena ketika merespons gugatan Afrika Selatan yang mendudukkan Israel sebagai pelaku genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza, panel ICJ yang terdiri dari 17 hakim hanya menyepakati perintah kepada Israel agar membatasi korban jiwa dan kerusakan infrastruktur.

Padahal yang paling ditunggu dunia adalah menghukum Israel agar menghentikan dan menarik seluruh pasukannya keluar dari wilayah kedaulatan Palestina. Hal ini jauh lebih strategis karena merupakan tindak lanjut dari Deklarasi Oslo 1993, yang Israel-Hamas saling mengakui kedaulatan masing-masing. 

Celakanya deklarasi tersebut justru tak pernah lagi dirujuk dalam upaya penanganan konflik Israel-Hamas. Malah kecenderungan sejumlah negara Barat seperti Jerman, Kanada, Inggris, apalagi AS mendukung Israel dalam menghadapi gugatan Afrika Selatan di ICJ. Hal ini tentu sangat munafik, karena bukankah zionis Israel adalah negara paling biadab di dunia.

Serangan IDF pada pejuang Hamas tidak dapat disebut sebagai perang internasional. Selain karena Hamas bukan negara, serangan brutal zionis ke Palestina dengan dalih memusnahkan Hamas justru lebih banyak menyasar penduduk sipil. Dengan perusakan infrastruktur sipil secara masif, khususnya rumah sakit, rumah ibadah, sekolah, dan lain-lain.

News Feed