Demikian pula halnya dengan pengamat politik Prof Ikrar Nusa Bhakti menyebut presiden sebagai pemimpin telah ingkar janji yang berdampak pada pelaksanaaan pilpres yang tidak adil (Tempo.co, 26/1/2024).
Terkait netralitas presiden dalam kontestasi pilpres yang adil dan jujur demi demokratisnya penyelenggaraan pemilu yang bersih dari kecurangan, Bapak Bangsa Jusuf Kalla mengingatkan akan sakralitas sumpah seorang presiden agar selalu bersikap dan bertindak adil dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Lebih lengkapnya, sumpah seorang presiden itu berbunyi sebagai berikut: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”.
Sumpah ini, telah diikrarkan oleh Jokowi disaksikan kepada Tuhan yang Mahakuasa dan kepada seluruh bangsa Indonesia melalui sidang paripurna pada saat dilantik. Sumpah seorang Presiden Indonesia memiliki makna sebagai janji untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, mematuhi undang-undang, serta melindungi keutuhan negara dan rakyat.
Fungsi sumpah tersebut adalah untuk menegaskan komitmen dan tanggung jawab seorang presiden terhadap negara dan masyarakat. Pelanggaran sumpah oleh seorang presiden dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk kehilangan kepercayaan masyarakat, serta kemungkinan akan terjadinya pemakzulan (impeachment), atau tindakan hukum sesuai dengan ketentuan konstitusi dan undang-undang yang berlaku.