Oleh: Aswar Hasan*
Awalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeklaim bakal netral dalam kontestasi Pemilu 2024. Namun, dia akhirnya tidak bisa menahan diri. Ia diduga oleh berbagai pihak kerap melakukan kampanye terselubung.
Akhirnya, secara terbuka Jokowi menyebutkan bahwa presiden bisa bebas berkampanye dan boleh memihak kepada salah satu peserta pemilu. Jokowi beralasan bahwa ia memang pejabat publik, sekaligus pejabat politik.
Karena itu, Jokowi menyebut tidak ada larangan bagi presiden, termasuk menteri, untuk berpolitik selama tidak menggunakan fasilitas negara. “Presiden boleh memihak, boleh,” ujar Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta dilansir Detik News, Rabu (24/1/2024).
Pada Senin, 30 Oktober 2023, Jokowi menyatakan, “Saya minta jangan sampai memihak. Hati-hati Bapak-Ibu dilihat. Mudah sekali kelihatan Bapak memihak atau nggak”. Lalu pada Sabtu, 30 Desember 2023 presiden pun menyatakan, “Kepada seluruh aparat negara, saya sudah bolak-balik sampaikan, baik ASN, TNI, Polri harus bersikap netral dan tidak memihak”.
Akan tetapi, pada Kamis, 24 Januari 2024, Jokowi menyampaikan pernyataan yang seolah-olah menghapus pernyataannya sebelumnya, tentang kebolehan kampanye bagi pejabat negara dan melakukan pemihakan.
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnershop (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengkhawatirkan segala sumber daya kekuasaan, anggaran, dan program saat ini digunakan untuk memenangkan Gibran Rakabuming (anak presiden). Abuse of Power in election benar-benar terasa.