Juga memuja-dewakan capres/cawapres pilihannya. Agaknya, debat tidak pas dengan budaya luhur kita sebagai bangsa timur. Debat hanya makin melebarkan keterbelahan kita sebagai satu bangsa.
Memperhatikan dinamika politik jelang Pemilu 2024 akhir-akhir ini, dan imbas atau dampak yang diakibatkan oleh debat capres, saya menyarankan, mari perhatikan dukungan ketiga paslon sejak akhir Desember 2023 hingga awal Januari 2024. Siapa saja di antara tiga paslon yang tertinggi persentase elektabilitasnya, kita ajak dan dorong sebanyak-banyaknya pemilih untuk memilih dan mencoblos calon yang tertinggi persentase elektabilitasnya; terserah apakah itu paslon nomor urut 1 (Anies-Muhaimin), atau nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), atau nomor urut 3 (Ganjar-Mahfud).
Tujuannya, agar pemilu berlangsung hanya satu putaran. Alasannya ialah, paslon yang menang satu putaran mendapat legitimasi yang kuat dan kokoh. Kemenangan lebih dari 50 persen. Dengan pemilu satu putaran, terjadi penghematan energi (manusia yang terlibat), waktu, dan biaya pemilu menjadi hemat separuh.
Dengan satu putaran, kita tidak menunggu beberapa bulan lagi untuk pemilu putaran kedua yang dilaksanakan pada 26-27 Juni 2024 dan rekapitulasinya sampai 20 Juli 2024. Capek, bukan?! Padahal dengan pemilu satu putaran, pemulihan sosial, akibat keterbelahan warga sebangsa, segera terwujud untuk selanjutnya negara dan bangsa bergerak ke depan. Pemerintahan baru pun segera bisa bekerja. Pemilu satu putaran jelas lebih baik! (*/zuk)
*Penulis merupakan kolumnis FAJAR, guru besar UIN Alauddin Makassar, dan juga alumni aktivis mahasiswa