Gandeng USIM Malaysia
FAJAR, MAKASSAR— Kemajuan teknologi komunikasi membuat jarak bukan lagi jadi masalah. Semuanya berinteraksi secara bebas di dunia maya, hal ini terlihat dari saat pandemi Covid-19 terjadi.
Semua aktivitas komunikasi dan pembelajaran tidak dilakukan dengan tatap muka, melainkan secara daring. Namun hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi penderita tunarungu. Perbedaan bahasa isyarat yang digunakan setiap daerah atau negara bisa membuat mereka tidak bisa menerima informasi dengan baik.
Namun hal tersebut berusaha ditanggulangi dengan pelbagai cara. Seperti yang dilakukan oleh Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar dengan mengembangkan aplikasi penerjemah bahasa isyarat. Pengabdian kolaborasi internasional tersebut menggandeng Universiti Sains Islam Malaysia (USIM).
Ketua tim PKM Kolaborasi internasional UNISMUH, Ridwan menjelaskan Republik Indonesia dan Malaysia memiliki kewajiban untuk memastikan kelangsungan hidup warganya tanpa kecuali. Termasuk untuk masyarakat penyandang disabilitas, karena mereka memiliki standing hukum dan hak asasi manusia yang sama dengan warga negara Indonesia, dan mereka berhak untuk berkembang dan mengembangkan diri. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang no 20 Tahun 2003 Pasal 5. Mereka memiliki hak untuk tidak diskriminatif dan menjaga hubungan saudara yang erat, serta membantu penyandang disabilitas dalam aktivitas belajar dan memperoleh informasi dari luar dunia mereka. Menurut data layanan sosial saat ini, jumlah anak yang tuli atau ganda tuli adalah 65.033 orang pada tahun 2021, sementara jumlah orang yang buta adalah 3.750.000 orang pada tahun 2021. Cara berkomunikasi dengan seseorang yang tuli adalah dengan menggunakan bahasa isyarat.