Oleh: Marsuki
(Guru Besar FEB Unhas dan Komisaris Independen BSSB)
FAJAR, MAKASSAR – Melanjutkan tulisan sebelumnya, berikut ini dijelaskan beberapa hal terkait yang penting dianalisis.
Oleh beberapa pihak kritis menganggap bahwa dunia usaha swasta dalam beberapa waktu terakhir cendrung berbisnis dengan meninggalkan norma atau etika bisnis yang benar. Hukum rimba dapat saja dipraktekkan, siapa yang kuat dia berhak menguasai bisnis walaupun itu sebenarnya wilayah usaha milik publik bahkan milik masyarakat kebanyakan sekalipun.
Kemudian, koperasi yang diharap menjadi soko guru ekonomi dari komunitas masyarakat marjinal khususnya, ternyata hanya menjadi lembaga ekonomi yang dibangun dalam pola pendekatan birokratif yang kurang efisien. Sehingga tidak berkembang seperti yang diharapkan. Walaupun koperasi Simpan-Pinjam berkembang, tapi itupun ternyata banyak merugikan masyarakat kebanyakan.
Hal ironis, BUMN/BUMD sektor riel maupun keuangan yang diharap dapat menjadi lembaga penyeimbang terhadap lembaga ekonomi lainnya sehingga dapat menjadi lembaga ekonomi perantara yang dapat menjamin alokasi, produksi, distribusi dan konsumsi atas sumber daya ekonomi bangsa dan rakyat, agar dapat dirasakan manfaatnya sebanyak banyaknya untuk masyarakat, tapi ternyata juga dijalankan dalam spirit entitas bisnis swasta yang kurang sesuai etika bisnis yang baik.
Masalahnya, lembaga ekonomi strategis ini mempunyai hak monopoli luar biasa melalui regulasi yang dikeluarkan, tapi ternyata juga umumnya belum memihak kepada kepentingan rakyat banyak. Sehingga fungsinya sebagai agen pembangunan yang diamanatkan UU hanya sebagai simbol jualan politik praktis para pelakunya.