FAJAR, MAKASSAR- Proses pembangunan masjid di Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulsel berkisruh. Ini setelah kontraktor pelaksana, CV Mega Uleng dipolisikan oleh pihak ketiga, Siti Satilah Amalya, selaku penyedia dana.
Hal ini terjadi setelah pelapor menilai ada dugaan penggelapan material bangunan yang digunakan. Termasuk juga dugaan seret-menyeret anggaran pembangunan, yang dianggap tidak bisa diselesaikan oleh kontraktor.
Saat ini Siti Satilah Amalya sedang melayangkan laporan kepada pihak kepolisian. Perempuan yang akrab disapa Ayu itu menuntut Direktur CV Mega Uleng, Riska, agar segera menyelesaikan pembayaran dana yang telah digunakan.
Kata Ayu, semua ini bermula ketika Riska meminta dirinya untuk mengupload berkas tender. Sebab baru kali ini Riska ambil bagian dalam proyek pemprov menggunakan CV Mega Uleng. Riska juga diduga tidak memiliki alat dan tenaga ahli, sebab semua persyaratan yang masuk merupakan milik Ayu.
Pada akhirnya terjadi kesepakatan lisan. Ayu menggunakan CV Mega Uleng untuk ikut tender. Namun di tengah jalan, Ayu mengaku diblokir total dari lokasi pembangunan dan pekerjaan diambil alih Riska karena progresnya dianggap lambat.
“Riska minta tolong diuploadkan tender, hampir setiap hari datang ke saya. Saya mintalah pakai perusahaannya ikut lelang, karena perusahaan saya pernah di blacklist. Saya dipersilakan, imbalannya sertifikat keahlian saya mau dia pakai berkontrak dengan PPK lain. Saya mau bikin kontrak sama dia, karena nilainya sekitar Rp8 miliar. Tapi dia tidak mau, alasannya karena kami sudah dekat,” ujarnya, Sabtu, 19 Agustus, malam.
Commanditer CV Bintang Sejati itu mengaku, ini baru pertama kalinya dia meminjam perusahaan. Bahkan pengeluaran kecil seperti kebutuhan BBM kendaraan, gula pasir, tip, foto copy, semua ia ditalangi. Begitu juga dengan modal awal pekerjaan.
“Mulai jaminan uang muka, uang kontrak, jaminan pelaksanaan, semua dananya saya yang usahakan. Nilainya kurang lebih Rp500 juta. Kemudian cair uang muka sekitar Rp2,1 miliar. Dia transfer ke saya sekitar Rp1,9 miliar,” terang Ayu.
Dari Rp1,9 miliar tersebut, Rp1,3 miliar Ayu mengaku sudah transfer kepada vendor kubah. Masih ada sisa sekitar Rp600 juta. “Pada saat dia ambil alih ini pekerjaan, harusnya dikurangi Rp500 juta dong, kan ada dana awal saya. Jadi sisa Rp100 juta,” kata Ayu.
Namun pada saat pekerjaan memasuki pekan ke-15, pihak konsultan pengawas memberikan laporan bahwa nilai pekerjaan sebesar Rp1,4 miliar. Laporan kubahnya hanya Rp400 juta, karena belum bisa dibobot seluruhnya, sebab kubah belum terpasang.
“Padahal saya sudah transfer Rp1,3 miliar. Jadi masih ada Rp900 juta yang belum dibobot karena vendornya di Surabaya, makanya belum terpasang. Seharusnya saya masih punya deposit Rp900 juta dong. Itulah yang saya tuntut ke Riska, CV Mega Uleng,” ungkap Ayu.
Kemudian, setelah Riska mengambil alih pekerjaan, akses Ayu untuk masuk ke lokasi pembangunan ditutup, termasuk semua tukangnya. Kemudian Ayu mengadukan hal itu ke Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi, tetapi diarahkan untuk diselesaikan di kepolisian.
“Pada saat saya tuntut di PU, perwakilan pemprov bilang selesaikan di Polsek. Di Polsek Riska bilang mau bayar semua, tapi setelah pekerjaan selesai. Saya tidak mau dong. Pada intinya saya cuma mau dibayar. Itu saja,” tegasnya. Hal yang disesalkan Ayu karena Riska melontarkan kalimat bahwa dia sudah menyelesaikan masalah ini tersebut.
“Dia bilang sudah selesai dengan Bu Ayu, terus material saya dipakai semua. Pekerjaan juga sampai 11 Agustus, tapi masih jalan terus. Saya sudah datang ke Pokja. Saya bilang tolong kalau mereka mau kembalikan uang saya, tidak akan saya lanjutkan ke penyidik,” imbuhnya.
Sementara Penasihat Hukum, Anwar Ilyas mengatakan, memang secara formal Pemprov Sulsel hanya tahu bahwa yang mengerjakan pembangunan Masjid Rujab Gubernur adalah Riska. Sebab perusahaan yang terdaftar milik Riska, yaitu CV Mega Uleng.
Akan tetapi, ada fenomena non formal yang terjadi dalam proyek tersebut. Dokusnya saat ini adalah mengembalikan hak kliennya berupa uang sebesar Rp900 juta.
“Formalnya memang Pemprov tahunya Riska yang kerja, tapi kan ada kondisi non formalnya. Ini juga bisa berkembang lagi. Jadi untuk sementara ini Bu Ayu menuntut haknya, jangan sampai tidak dipenuhi oleh CV Mega Uleng. Karena ini ada potensi pidana dan perdatanya,” bebernya.
Dia juga sudah melayangkan laporan dugaan penggelapan ke Polsek Ujung Pandang. Sebab, material milik Ayu masih tetap digunakan padahal belum dibayar oleh CV Mega Uleng.
“Poin utamanya ini penuntutan haknya Ibu Ayu yang belum dipenuhi. Material sudah dipakai, tapi belum terbayar. Ini bisa penggelapan. Tapi nanti penyidik saja, apakah itu masuk pencurian atau penggelapan. Notanya ada semua, jadi Mega Uleng tidak bisa mengelak,” terangnya.
Anwar menegaskan, jika tuntutan tersebut tidak terpenuhi, maka akan ada peristiwa yang membesar. Ini bisa saja menyeret CV Mega Uleng dan pihak yang mengadakan kontrak dalam hal ini PPK ataupun Pokjanya.
“Kalau ini tidak terpenuhi, maka ada banyak peristiwa yang bisa membesar. Menyangkut Mega Uleng dan siapa yang mengadakan kontrak. Tidak menutup kemungkinan Riska berkasus bukan sama Bu Ayu saja, tapi ada pihak lain. Masih berkaitan dengan pemalsuan. Sementara ini sudah ada pengaduan untuk itu, pekan depan ditindaklanjuti bersama bukti-buktinya. Ini kaitan dengan pekerjaan masjid rujab dan uang,” jelasnya.
CV Mega Uleng Menampik
Direktur CV Mega Uleng, Riska menampik komentar yang dilemparkan Ayu. Kata dia, komentar itu hanyalah tudingan yang tidak mendasar. Sebab dia juga mengaku bingung, penggelapan seperti yang dimaksudkan Ayu.
Riska mengaku sudah memberikan dana awal sebesar Rp1,9 miliar, dari anggaran yang cair sebesar Rp2,1 miliar. Sebab Rp200 juta lainnya dia gunakan untuk membayar kebutuhan yang lain kaitan dengan proyek tersebut.
“Dia laporkan saya ke Polsek dan sekarang sedang proses. Tapi tidak apa-apa, selama saya bisa buktikan apa yang dia tuduhkan, saya akan lakukan nanti. Sebenarnya dia tahu kejadian yang sebenarnya. Saya sudah kasih dana awal Rp1,959 miliar. Itu uang muka. Kan seharusnya modalnya tertutup dengan itu. Lalu penggelapan siapa yang dia maksud,” kata Riska kepada FAJAR, Minggu, 20 Agustus.
Lebih lanjut Riska mengatakan, saat dia merasa tidak melakukan apa-apa. Dia masih tetap berada di kawasan Rujab Gubernur Sulsel untuk melanjutkan pekerjaan. Kata dia, pekerjaan tersebut diambil alih karena pihak PU sudah dua kali melayangkan surat peringatan agar pekerjaan segera dituntaskan.
“Saya tetap di rujab melanjutkan pekerjaan. Ini saya ambil alih karena saya sudah dapat peringatan dua kali di bulan Mei dan Juni. Ini pasti saya tindak lanjuti. Karena saya direktur, saya tidak mau dong perusahaan saya putus kontrak dan dapat citra buruk,” kata dia.
Riska juga mengklaim, komunikasinya dengan Ayu sangat baik. Itu sebabnya dia mempercayakan pekerjaan ini kepada Ayu, sampai ke hal-hal kecil seperti bahan bakar kendaraan dan sebagainya.
“Seandainya saya tidak ditegur, mungkin oke. Tapi ada teguran, makanya saya lakukan percepatan karena bisa berakibat pada pemutusan kontrak perusahaan saya. Saya sebenarnya tidak mau bicara selama proses berlangsung. Tapi karena kejadiannya begini, makanya saya juga bicara,” bebernya.
Dengan begitu, Riska mengaku hanya ingin fokus menyelesaikan proses pembangunan masjid. Setelah rampung, barulah dia mau bicara banyak. Terlebih lagi kata dia, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman sudah meminta agar pekerjaan segera diselesaikan.
“Saya tegaskan kepada ibu Ayu, tidak ada yang menggelapkan uang di sini. Bagaimana saya mau menggelapkan sementara pekerjaan masih jalan terus. Memang ada untung, itu benar, tapi kan belum selesai. Lalu di mana kita mau ambil untung kalau masih banyak yang mau dibeli, mau bayar ini-itu. Saya cuma melakukan percepatan,” bebernya.
Riska juga menegaskan, seandainya saja tidak ada dana yang diberikan sebagai pengganti modal awal, bisa saja Ayu menuntut hal seperti ini. Akan tetapi, dana awal yang ditalangi Ayu sudah terganti dengan biaya Rp1,9 miliar.
“Kecuali saya tidak kasih uang dan uangnya sudah keluar, mungkin dia bisa bilang begitu. Kalau memang Ibu Ayu maunya uang, ya tunggulah pekerjaan selesai. Pekerjaan ini kan 100 persen dibiayai negara, kami cuma pelaksana, untung apa yang mau diambil kalau belum selesai,” ungkapnya.
Riska juga mengklaim, upaya mengambil alih pekerjaan semata-mata dilakukan untuk menyelamatkan perusahaannya. Sehingga, kejadian diluar itu Pemprov tidak mau ambil pusing. Mereka hanya tahu, jika pekerjaan tidak beres maka solusinya putus kontrak.
“Yang berkontrak ini PPK dari PU dan PT saya. Kalau putus kontrak kan saya yang kena dan nama baik perusahaan saya yang jelek,” tambahnya.
Riska juga mengaku, menyesalkan apa yang ditudingkan Ayu terkait penggelapan material. Kata dia, kesepakatan sudah terjalin dan Ayu sendiri yang memasukkan material untuk bangunan. Namun belakangan, Ayu juga yang melaporkan terkait material tersebut.
“Dia lapor saya ambil material dan sebagainya, kan dia yang tahu dan dia yang memasukkan material. Kok bisa dia yang melapor lagi? Kalau memang itu material bodong, harusnya ke dia dong, bukan saya. Kan kita sudah sepakat bangun masjid ini sesuai spesifikasi dan perjanjian. Saya tidak tahu apa-apa, saya juga tidak pernah melontarkan kalimat buruk soal Ibu Ayu,” jelasnya.
Berkaitan dengan kabar bahwa Riska menutup komunikasi, dia menganggap hal itu keliru. Riska masih ingin berkomunikasi tetapi melalui pengacara. Sementara Ayu ingin bertemu langsung dan membicarakan secara gamblang tanpa melalui perantara.
“Ada pengacara yang bisa bicara, bukan berarti saya menutup komunikasi. Kan komunikasi seharusnya dua arah. Agar ini ketemu, ada pihak ketiga sebagai perantara saya. Pengacara yang saya minta untuk komunikasi dengan ibu Ayu, karena dia yang paham komunikasi begini. Saya tidak mau bicara tanpa data,” terangnya.
Riska juga mengaku tidak mau berkoar-koar. Sebab dia merasa pekerjaannya sudah direcoki, dan dia memilih untuk fokus pada pekerjaan sembari menunggu perkembangan kasus yang menyeret namanya ini.
”Saya sudah lelah. Kalaupun ada masalah antara saya dengan Ayu, ayo bicarakan nanti. Sekarang banyak yang harus saya selesaikan soal pekerjaan ini. Seharusnya saya sudah tidak bisa bekerja sama dengan dia karena tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Bagi saya sudah cukuplah,” keluhnya.
Ia juga mengaku pasrah dengan semuanya. Dia juga merasa tidak melakukan kesalahan seperti yang disampaikan Ayu, dan dia lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri.
“Dia sudah bekerja pakai perusahaan saya, dapat makan juga ada yang dari perusahaan saya. Kalau pun dia modali, kan balik juga. Saya sangat menyayangkan hal ini, apalagi kalau terdengar dengan teman-teman kita. Saya ikhlas dan legawa. Lagian saya hanya pekerja yang punya tanggung jawab menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak. Intinya, saya tidak mencuri atau menggelapkan apa-apa. Saya hanya bekerja,” bebernya. (wid/*)