FAJAR, MAKASSAR – UKM Teater Kampus Unhas (TKU) hiatus beberapa tahun terakhir. Akhirnya mempersembahkan produk karya (prokar) yang akan mementaskan karyanya di Baruga AP Pettarani Universitas Hasanuddin. Pementasan teater bertajuk “Philia” yang siap ditampilkan pada hari Minggu, (27/8/2023).
Pertunjukan berupa tari, simponi kecapi, monolog, dan dua penampilan teater. Pertunjukan dimulai pukul 14.00 WITA. Peserta yang ingin menyaksikan pementasan tersebut dapat memperoleh tiket melalui link ini: https://bit.ly/tiketprokarphilia . Sebagai bocoran, TKU menampilkan monolog yang berjudul “Sang Dalang”, teater “Pengadilan Jalanan” dan “Bau Mulut”.
Thrisna Wati Pasolang akrab disapa Tina, pimpinan produksi karya menyebutkan tema besar pementasan ini, yaitu Agrapana Aswattha. “Ini berasal dari bahasa Yunani, Agrapana berarti sumber kehidupan dan Aswattha berarti pohon beringin. Pesannya memanusiakan dan menjadi bermanfaat” sebut Tina mahasiswa Teknik Pertanian Unhas ini.
Konsep yang bertajuk Philia ini sebagai gambaran kritik atas rasa cinta kasih terhadap sesama, hal itu disampaikan oleh Pimpinan Produksi Karya TKU saat ditemui. “Konsep ini telah kami desain sedemikian rupa, supaya sesuai dengan konsep philia yang menggambarkan kepedulian terhadap isu sosial hari ini,” ungkap Tina, Pimpro Prokar Philia 2023.
Sutradara Sang Dalang, Resky Ramadhan Rusdi menggambarkan pemahaman terhadap garapannya. Pertunjukannya menampilkan seorang tokoh aku yang mencari kebenaran atas kematian orang tuanya, ia sangat yakin bahwa orang tuanya mati secara tidak wajar.
“Tokoh Aku berusaha mengumpulkan data serta bukti bukti dan akhirnya, setelah 6 tahun kemudian polisi telah menangkap tersangka yang ia tidak kenal siapa dia. Apakah ada sang dalang dalam peristiwa itu?” kata Resky Ramadhan Rusdi, kerap disapa Boms.
Penampilan Sang Dalang ini merupakan monolog yang menyangkut pesan-pesan terhadap uang, kekuasaan, dan reklamasi. “Ketika uang dan kekuasaan menjadi satu, apapun dapat dilakukan. Membeli omongan bahkan membeli kepercayaan. Menukarnya dengan nyawa pun bisa. Lu punya uang lu punya kuasa coy,” jelas Boms yang merupakan mantan Ketua TKU ini.
Selanjutnya ada teater “Pengadilan Jalanan” yang disutradarai oleh Mutmainnah dan ditulis oleh Aspar Paturusi. Pengadilan jalanan menggambarkan ketidakpercayaan rakyat terhadap proses hukum yang lama dan sering tidak adil di Indonesia.
“Sehingga masyarakat mengadili secara langsung siapapun yang dianggap bersalah. Pementasan ini menunjukkan bagaimana disintegrasi dan perbedaan pandangan berbagai kelompok mampu menggoyahkan nasionalisme bangsa Indonesia,” jelas Inna sapaan sang sutradara Pengadilan Jalanan ini.
Terakhir ada teater “Bau Mulut” yang disutradarai oleh Aan Halim Aras dan ditulis oleh Fail Pattontongan. Menurut penulis naskah, dirinya membayangkan bahwa naskah tersebut akan sulit menemukan simpulan jika disampaikan hingga akhir naskah.
“Saya berharap naskah ini ketika dipentaskan dapat menjadi tanda tanya besar terhadap penonton, jika hanya dipentaskan sebagian dari naskah ini tentunya penonton mudah menyimpulkan apa yang mereka saksikan,” sebut Fail saat menyaksikan proses latihan.
Sutradara Aan sendiri menggambarkan naskah tersebut sebagai wabah pandemi tahun 2019. Di akhir tahun 2019, dunia tiba tiba-tiba diserang penyakit misterius yang berujung kematian, tidak diketahui penyebabnya, banyak perdebatan aneh yang tidak ada ujung pangkalnya, banyak yang berspekulasi kedatangannya dari mana-mana.
“Masa pada saat kentut lebih diterima daripada batuk, konspirasi konspirasi yang bermunculan di berbagai media, apa yang dapat dipercaya, kebenaran? Sejarah lagi? Pada akhirnya tidak ada yang dapat dipercaya,” pesan Aan selaku sutradara.
Tina pun berharap pementasan tersebut bisa menyampaikan pesan dengan baik, harapannya bisa segera direalisasikan. “Produksi karya ini kami upayakan semaksimalnya, berbagai garapan telah di uji cobakan, semoga pesan-pesannya dapat tersampaikan dengan baik” tutupnya. (*/)