Oleh: Firmansyah Demma (Mahasiswa FIB Unhas)
Beberapa hari belakangan ini, publik dihebohkan dengan adanya pemberitaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengembangan Usaha dan Pemanfaatan Aset Universitas Hasanuddin (Unhas) tentang ‘Penggusuran’ warung-warung di area workshop pintu nol.
Hal tersebut dituangkan secara resmi dalam sebuah surat imbauan bernomor 22692/UN4.1.4.4/HM.00.06/2023 pada tanggal 17 Juli 2023. Dalam isinya, pihak kampus menyampaikan agar semua pemilik warung yang ada di area workshop pintu nol Unhas harus mengosongkan area tersebut paling lambat tanggal 27 Juli 2023.
Tak hanya itu, Unhas Melalui Direktorat Pengembangan Usaha dan Pemanfaatan Aset juga memberikan ultimatum kepada warga yang punya lapak warung di tempat tersebut.
Ultimatum disampaikannya dengan memasang spanduk berisikan kalimat ‘peringatan untuk segera melakukan pengosongan dan pembongkaran lapak sendiri karena akan dilakukan pengosongan dan pembakaran’.
Ini tentu merupakan hal menarik untuk dibahas secara saksama, sebab berkenaan dengan kebijakan Unhas yang katanya adalah kampus inklusif dan humanis. Terlebih lagi, desas-desus ini telah tersebar seantero Unhas bahkan di beberapa sosial media.
Mengenai kebijakan yang ditempuh oleh Unhas, penulis tidak ingin masuk pada wilayah perdebatan administratif; apakah area workshop pintu nol Unhas adalah tanah milik kampus atau bukan. Kalau pun tanah itu merupakan wilayah administratif Unhas, tidak masalah.
Yang jelas, Unhas sebagai sebuah institusi akademisi, tempat berkumpulnya dan ditempahnya orang-orang berintelektual, tentu sangat disayangkan mengambil langkah dengan menggaungkan ancaman ‘pembakaran’. Seolah mencerminkan praktik yang tidak humanis.