English English Indonesian Indonesian
oleh

Menyoal ‘Pembakaran’ Lapak Warung di Area Pintu Nol Unhas, Direktorat Pengembangan Usaha dan Pemanfaatan Aset Cederai Prinsip Kampus Humaniversity

Kalau memang wilayah tersebut hendak dijadikan lahan tertentu untuk kemaslahatan orang banyak, seharusnya kampus sebagai lumbung pemikiran mengambil langkah yang arif dan bijaksana. Bukan melalui cara-cara yang kodratnya melenceng dari laiknya seorang intelektual dan cendekiawan.

Terlebih lagi kita sering mendengar Unhas mengusung tagline ‘Humaniversity’. Sebuah spirit yang hendak dibangun dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan inklusifitas layaknya seorang intelektual bijak.

Namun, sangat aneh rasanya kalau Unhas ingin menjadi kampus humanis tetapi sikap yang dipertontonkan justru berbanding terbalik, sampai-sampai melakukan pengancaman pembakaran.

Kita pasti bertanya-tanya, apakah layak kampus ternama di jazirah Sulawesi bahkan di Indonesia ini melakukan pengancaman seperti itu? Bagi penulis, langkah ini sangat tidak mencerminkan nilai-nilai akademisi.

Melalui kebijakan seperti ini, dalam perspektif humanisme David Hume, Unhas gagal menciptakan apa yang disebut dengan istilah ‘etikabilitas sosial’. Bahwa, segala bentuk tindakan yang dilakukan seharusnya membuat kita dapat semakin memikirkan orang lain. Bukan sebaliknya.

Keluarnya kata ‘pembakaran’ oleh petinggi Unhas menandakan semakin terdegradasinya prinsip humanisme. Seharusnya, Unhas mampu menghadirkan orang banyak dalam alam pikirannya sehingga tindakan yang diambilnya dapat tampil bijaksana.

Bagi penulis, sikap yang dipertontonkan Direktorat Pengembangan Usaha dan Pemanfaatan Aset Unhas selain tidak humanis, juga sangat tidak bijaksana. Salah satu tolok ukurnya karena tidak adanya upaya untuk bicara baik-baik dengan orang-orang yang bersangkutan.

News Feed